Senin, 11 Mei 2015

An-Nisa, ayat 97-100

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظالِمِي أَنْفُسِهِمْ قالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ واسِعَةً فَتُهاجِرُوا فِيها فَأُولئِكَ مَأْواهُمْ جَهَنَّمُ وَساءَتْ مَصِيراً (97) إِلاَّ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجالِ وَالنِّساءِ وَالْوِلْدانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلا يَهْتَدُونَ سَبِيلاً (98) فَأُولئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُوراً (99) وَمَنْ يُهاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُراغَماً كَثِيراً وَسَعَةً وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهاجِراً إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً (100)
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, "Dalam keadaan bagaimanakah kalian ini?" Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kalian dapat berhijrah di bumi itu?" Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hij'rah). Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka sungguh telah letap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah dan lainnya; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman Abul Aswad yang menceritakan, "Telah diputuskan untuk mengirimkan suatu pasukan terhadap penduduk Madinah, lalu aku mendaftarkan diri pada pasukan itu. Aku bersua dengan Ikrimah maula Ibnu Abbas, lalu aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Dia melarangku melakukan hal tersebut dengan larangan yang keras. Lalu ia berkata, 'Telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa dahulu ada sejumlah kaum muslim bersama-sama kaum musyrik memperkuat pasukan mereka di masa Rasulullah Saw. Maka ada anak panah yang meluncur dan mengenai seseorang dari kaum muslim yang bergabung dengan pasukan kaum musyrik itu, lalu ia mati terbunuh, atau terpukul lehernya oleh pedang hingga mati.' Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: 'Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri' (An-Nisa: 97)."
Al-Lais meriwayatkannya melalui Abul Aswad.
Ibnu Abu Hatim mengatakan. telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi. telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (yakni Az-Zubairi). telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syarik Al-Makki. telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa dahulu ada suatu kaum dari kalangan penduduk Mekah. mereka menyembunyikan keislamannva. Tetapi kaum musyrik memaksa mereka berangkat berperang dalam Perang Badar bersama-sama mereka, lalu ada sebagian dari mereka yang gugur. Maka orang-orang muslim berkata. "Mereka yang gugur di antaranya terdapat sahabat-sahabat kita, yaitu kaum muslim; mereka dipaksa mengikuti perang." Akhirnya mereka memintakan ampun buat mereka yang gugur. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri. (An-Nisa: 97), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu dikirimkan surat kepada orang-orang muslim yang tersisa berisikan ayat ini, dan dikatakan kepada mereka bahwa tiada uzur yang dapat diterima dari mereka." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Kemudian kaum muslim yang tersisa (di Mekah) itu keluar, tetapi mereka dikejar oleh kaum musyrik, lalu kaum musyrik memberi mereka perlindungan. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Di antara manusia ada yang mengatakan bahwa kami beriman kepada Allah' (Al-Baqarah: 8), hingga akhir ayat."
Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah pemuda dari kalangan kabilah Quraisy yang mengakui dirinya telah masuk Islam di Mekah, antara lain ialah Ali ibnu Umayyah ibnu Khalaf, Abu Qais ibnul Walid ibnul Mugirah, Abu Mansur ibnul Hajjaj, dan Al-Haris ibnu Zam'ah.
Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang dari kaum munafik yang tidak ikut berperang bersama Rasulullah Saw. di Mekah, tetapi mereka keluar bersama-sama pasukan kaum musyrik dan memihak kepada mereka dalam Perang Badar, lalu di antara mereka ada yang mati dalam peperangan tersebut. Maka turunlah ayat yang mulia ini, yang maknanya umum mencakup semua orang yang bermukim di tengah-tengah kaum musyrik, padahal mereka mampu melakukan hijrah, namun mereka tidak dapat menegakkan agamanya; maka dia adalah orang yang aniaya kepada dirinya sendiri dan dinilai sebagai orang yang berbuat dosa besar menurut kesepakatan umat dan menurut nas ayat ini, karena Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri. (An-Nisa: 97) Yakni karena ia tidak mau berhijrah ke Madinah. (kepada mereka) malaikat berkata, "Dalam keadaan bagaimanakah kalian ini?" (An-Nisa: 97) Dengan kata lain, mengapa kalian tinggal di Mekah dan tidak mau hijrah ke Madinah? Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah) ini.” (An-Nisa: 97) Maksudnya, kami tidak mampu keluar meninggalkan negeri ini, tidak mampu pula bepergian keluar meninggalkannya. Para malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas?" (An-Nisa: 97), hingga akhir ayat.
قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دَاوُدَ بْنِ سُفْيَانَ، حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ، أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى أَبُو دَاوُدَ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ سمرة بن جندب، حدثني خبيب بن سليمان، عَنْ أَبِيهِ سُلَيْمَانَ بْنِ سَمُرَةَ، عَنْ سَمُرَةَ بن جندب: أما بعد، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ وَسَكَنَ مَعَهُ فَإِنَّهُ مِثْلُهُ "
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Daud ibnu Sufyan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Hissan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Musa (yaitu Abu Daud), telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sa'd ibnu Samurah ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Habib ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Sulaiman ibnu Samurah, dari Samurah ibnu Jundub. Amma Ba'du, Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang bergabung dengan orang musyrik dan tinggal bersamanya, maka sesungguhnya ia sama dengannya.
As-Saddi mengatakan, "Tatkala Al-Abbas, Uqail, dan Naufal ditawan, maka Rasulullah Saw. berkata kepada Al-Abbas: 'Tebuslah dirimu dan anak saudaramu!' Al-Abbas berkata, 'Wahai Rasulullah, bukankah kami salat menghadap ke kiblatmu dan mengucapkan syahadatmu?' Rasulullah Saw. bersabda: 'Hai Abbas, sesungguhnya kalian melawan, maka kalian dilawan.' Kemudian Rasulullah Saw. membacakan kepadanya ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Bukankah bumi Allah itu luas?' (An-Nisa: 97), hingga akhir ayat."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ
kecuali mereka yang tertindas. (An-Nisa: 98), hingga akhir ayat.
Hal ini merupakan pemaafan dari Allah Swt. buat mereka dalam meninggalkan hijrah. Demikian itu karena mereka tidak mampu melepaskan dirinya dari tangan kekuasaan kaum musyrik. Seandainya mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan apa yang mereka ketahui, niscaya mereka akan menempuh jalan untuk hijrah. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلا يَهْتَدُونَ سَبِيلا}
yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah). (An-Nisa: 98)
Menurut Mujahid, Ikrimah, dan As-Saddi, yang dimaksud dengan sabil dalam ayat ini ialah jalan untuk hijrah.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَأُولئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ
mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. (An-Nisa: 99)
Allah memaafkan ketidakikutan mereka dalam berhijrah, dan mudah-mudahan yang datang dari Allah berarti suatu kepastian, yakni mereka pasti dimaafkan oleh-Nya.
{وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا }
Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (An-Nisa: 99)
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْم، حَدَّثَنَا شَيْبَان، عَنْ يَحْيَى، عَنْ أَبِي سَلَمَة، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْعِشَاءَ إِذْ قَالَ: " سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ " ثُمَّ قَالَ قَبْلَ أَنْ يَسْجُدَ " اللَّهُمَّ نَج عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، اللَّهُمَّ نَجِّ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، اللَّهُمَّ نَجِّ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، اللَّهُمَّ نَج الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَر، اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا سِنِينَ كسِنِيِّ يُوسُفَ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Yahya, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. sedang melakukan salat Isya dan sesudah membaca: Semoga Allah memperkenankan orang  yang memuji-Nya. Tiba-tiba beliau mengucapkan doa berikut sebelum sujud, yaitu: Ya Allah, selamatkanlah Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah. Ya Allah, selamatkanlah Salamah ibnu Hisyam. Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid ibnul Walid. Ya Allah, selamatkanlah orang-orang yang tertindas dari kalangan kaum mukmin (di Mekah). Ya Allah, keraskanlah pembalasan-Mu terhadap Mudar. Ya Allah, jadikanlah kepada mereka (timpakanlah kepada mereka) musim paceklik sebagaimana musim paceklik Nabi Yusuf.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ الْمَقْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسَّيب، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَهُ بَعْدَمَا سَلَّمَ، وَهُوَ مُسْتَقْبَلٌ الْقِبْلَةَ فَقَالَ: " اللَّهُمَّ خَلِّصِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، وسَلَمة بْنَ هِشَامٍ، وَضَعَفَةَ الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا مِنْ أَيْدِي الْكُفَّارِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar Al-Muqri, telah menceritakan kepadaku Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. mengangkat tangannya sesudah salam dari salatnya seraya menghadap ke arah kiblat, lalu berdoa: Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid ibnul Walid, Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah, Salamah ibnu Hisyam, dan orang-orang yang tertindas dari kaum muslim yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan hijrah dari tangan orang-orang kafir.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -أَوْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْقُرَشِيِّ-عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي دُبُرِ صَلَاةِ الظُّهْرِ: " اللَّهُمَّ خَلِّص الْوَلِيدِ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، وَضَعَفَةَ الْمُسْلِمِينَ مِنْ أَيْدِي الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajaj, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ali ibnu Zaid, dari Abdullah atau Ibrahim ibnu Abdullah Al-Qurasyi, dari Abu Hurairah, bahwa dahulu Rasulullah Saw. acapkali membaca doa berikut sesudah salat Lohor, yaitu: Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid, Salamah ibnu Hisyam, Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah, dan orang-orang muslim yang tertindas dari tangan kekuasaan orang-orang musyrik. Mereka yang tertindas itu tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah.
Hadis ini mempunyai syahid (bukti) yang memperkuatnya di dalam kitab sahih yang diriwayatkan melalui jalur lain, seperti yang disebutkan di atas.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami ibnu Uyaynah, dari Ubaidillah ibnu Abu Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, "Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang tertindas dari kalangan kaum wanita dan anak-anak."
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid. dari Ayyub ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: kecuali mereka yang tertindas. (An-Nisa: 98) Ibnu Abbas mengatakan, "Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang dimaafkan oleh Allah Swt."
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ يُهاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُراغَماً كَثِيراً وَسَعَةً
Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100)
Ayat ini menganjurkan untuk berhijrah dan memberikan semangat untuk memisahkan diri dari orang-orang musyrik, bahwa ke mana pun orang mukmin pergi, niscaya ia dapat menemui tempat berlindung dan penghidupan yang menaunginya.
الْمُرَاغَمُ adalah bentuk masdar. Orang-orang Arab mengatakan, " رَاغَمَ فُلَانُ قَوْمَهُ مُرَاغَمًا وَمُرَاغَمَةً ," artinya si Fulan benar-benar dapat memberikan perlindungan yang kuat kepada kaumnya. Semakna dengan pengertian ini perkataan An-Nabigah ibnu Ja'dah dalam salah satu bait syairnya:
كَطَوْدٍ يُلَاذُ بِأَرْكَانِهِ ... عَزِيزُ الْمُرَاغَمِ وَالْمَهْرَبِ
seperti pasak yang dipancangkan pada tiang-tiangnya, dia adalah orang yang perkasa benteng dan perlindungannya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa al-muragam ialah berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Hal yang sama dikatakan pula oleh riwayat yang bersumber dari Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Sauri.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: tempat hijrah yang banyak. (An-Nisa: 100) Yaitu tempat untuk menyingkir dari hal-hal yang tidak disukai.
Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: tempat hijrah yang luas. (An-Nisa: 100) Yakni benteng-benteng perlindungan.
Makna lahiriah muragam, hanya Allah yang lebih mengetahui, ialah tempat yang kokoh untuk menyelamatkan diri dan membuat musuh-musuh tidak dapat berkutik.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَسَعَةً}
dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100)
Yaitu rezeki yang berlimpah.
Banyak ulama —antara lain ialah Qatadah— mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. (An-Nisa: 100) yang menyelamatkannya dari kesesatan menuju jalan hidayah, dan menyelamatkannya dari kemiskinan kepada kecukupan.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهاجِراً إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. (An-Nisa: 100)
Dengan kata lain, barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan niat untuk berhijrah, lalu di tengah jalan ia meninggal dunia, maka ia telah memperoleh pahalanya di sisi Allah, yaitu pahala orang yang berhijrah.
Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain dan lain-lainnya —baik kitab sahih ataupun kitab musnad atau kitab sunnah— melalui jalur Yahya ibnu Sa'id Al-Ansari, dari Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi dari Alqamah ibnu Abu Waqqas Al-Laisi, dari Umar ibnul Khattab yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
" إنما الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ"
Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing-masing, dan sesungguhnya masing-masing orang itu hanya mendapatkan apa yang diniatkannya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya kepada dunia, niscaya dia memperolehnya; atau kepada wanita, niscaya ia menikahinya. Maka hijrah seseorang itu hanyalah kepada apa yang diniatkannya sejak semula.
Hadis ini umum pengertiannya menyangkut masalah hijrah dan semua amal perbuatan.
Hadis lainnya ialah yang disebut di dalam kitab Sahihain, menceritakan seorang lelaki (dari kaum Bani Israil) yang membunuh sembilan puluh sembilan orang, kemudian melengkapi pembunuhannya dengan orang yang keseratus, yaitu seorang ahli ibadah (karena ketika ia bertanya tentang jalan tobat, maka si ahli ibadah mengatakan bahwa pintu tobat telah tertutup baginya). Kemudian ia bertanya kepada seorang yang alim, "Apakah masih ada tobat bagiku?" Orang alim menjawab, "Tiada yang menghalang-halangi antara kamu dan tobat," hal ini diungkapkannya dengan nada balik bertanya. Kemudian orang alim itu menyarankan agar ia berpindah tempat dari negerinya menuju negeri lain yang di negeri tersebut penduduknya menyembah Allah. Ketika lelaki itu berangkat meninggalkan negerinya untuk berhijrah ke negeri lain tersebut, di tengah jalan kematian menimpanya. Maka berselisih pendapatlah malaikat rahmat dan malaikat azab. Para malaikat rahmat mengatakan bahwa lelaki ini datang untuk bertobat, sedangkan para malaikat azab mengatakan bahwa ia masih belum sampai ke negeri yang dituju. Akhirnya mereka diperintahkan untuk mengukur jarak di antara kedua tempat tersebut; mana yang lebih dekat dari lelaki itu, maka ia termasuk penghuninya. Maka Allah memerintahkan kepada bumi yang menuju ke negeri yang saleh agar mendekat, dan memerintahkan kepada bumi yang jahat (penduduknya) agar menjauh dari jenazah lelaki itu. Akhirnya para malaikat menjumpai bahwa jenazah lelaki itu lebih dekat satu jengkal ke negeri yang menjadi tujuan hijrahnya, kemudian ia dibawa oleh malaikat rahmat.
Menurut riwayat yang lain, ketika maut datang menjemputnya, ia sempat membalikkan badannya ke arah negeri yang menjadi tujuan hijrahnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَتِيك، عَنْ أَبِيهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَتِيك قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ خَرَجَ مَنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا  فِي سَبِيلِ اللَّهِ-ثُمَّ قَالَ بِأَصَابِعِهِ هَؤُلَاءِ الثَّلَاثِ: الْوُسْطَى وَالسَّبَّابَةِ وَالْإِبْهَامِ، فَجَمَعَهُنَّ وَقَالَ: وَأَيْنَ الْمُجَاهِدُونَ-؟ فخرَّ عَنْ دَابَّتِهِ فَمَاتَ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، أَوْ لَدَغَتْهُ دَابَّةٌ فَمَاتَ، فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ أَوْ مَاتَ حَتْف أَنْفِهِ، فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ -وَاللَّهِ! إِنَّهَا لَكَلِمَةٌ مَا سَمِعْتُهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَرَبِ قَبْلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-وَمَنْ قُتِلَ قَعْصًا فَقَدِ اسْتَوْجَبَ الْمَآبَ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Atik, dari ayahnya (yaitu Abdullah ibnu Atiq) yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang keluar untuk berjihad di jalan Allah, kemudian ia bertanya, "Di manakah orang-orang yang berjihad di jalan Allah?”, dan ternyata ia terjungkal dari kendaraannya. lalu meninggal dunia, maka sungguh pahalanya ialah ditetapkan Allah; atau ia disengat hewan berbisa, lalu mati, maka sungguh telah tetap pahalanya pada Allah; atau ia mati dengan sendirinya, maka sungguh telah tetap pahalanya pada Allah. Yang dimaksud dengan hatfa anfihi ialah meninggal dunia di atas peraduannya. Abdullah ibnu Atik mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya ini benar-benar suatu kalimat yang pernah aku dengar dari seseorang Badui sebelum Rasulullah Saw. mengatakan, 'Barang siapa yang mati secara cepat, maka sungguh surga ditetapkan baginya."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdul Malik ibnu Syaiban Al-Khuzami, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnul Mugirah Al-Khuzami, dari Al-Munzir ibnu Abdullah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, bahwa Az-Zubair ibnul Awwam pernah menceritakan, "Khalid ibnu Hizam berhijrah ke negeri Habsyah, tetapi di tengah jalan ia digigit ular beracun hingga meninggal dunia, maka turunlah ayat berikut sehubungan dengannya," yaitu firman-Nya: Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka sungguh telah telap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 100); Az-Zubair mengatakan, "Aku merasa pasti akan kedatangannya dan menunggu-nunggunya, sedangkan aku telah berada di negeri Habsyah. Tiada sesuatu pun yang lebih menyedihkan diriku ketika berita kematiannya sampai kepadaku. Karena sesungguhnya tidak ada seorang pun yang hijrah dari kalangan kabilah Quraisy, melainkan ia ditemani oleh seseorang dari keluarganya atau kaum kerabatnya. Sedangkan aku tidak mempunyai seorang teman pun dari kalangan Bani Asad ibnu Abdul Uzza (selain dia) dan aku tidak mengharapkan selainnya."
Asar ini garib (aneh) sekali, karena kisah ini adalah Makkiyah, sedangkan turunnya ayat ini adalah Madani. Barangkali dia bermaksud bahwa hukum ayat ini umum mencakup hal yang lainnya juga, sekalipun asbabun nuzulnya bukan berlatar belakang kisah ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud maula Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Asy'as (yaitu Ibnu Siwar), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Damrah ibnu Jundub keluar dengan maksud berhijrah kepada Rasulullah Saw., tetapi ia meninggal dunia di tengah jalan sebelum sampai kepada Rasulullah Saw. Maka turunlah firman-Nya: Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. (An-Nisa: 100), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Damrah ibnul Ais Az-Zurqi yang sedang sakit matanya; ketika itu ia masih di Mekah. Ketika turun ayat berikut, yakni firman-Nya: kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya. (An-Nisa: 98) Maka ia berkata, "Aku adalah orang yang kaya, dan sesungguhnya aku mampu melakukan daya upaya." Lalu ia bersiap-siap dengan maksud hendak pergi berhijrah kepada Nabi Saw. Tetapi baru saja sampai di Tan'im, ia meninggal dunia. Maka turunlah firman-Nya: Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dimaksud). (An-Nisa: 100), hingga akhir ayat.
Imam Tabrani mengatakan:
قال الطبراني: حدثنا الحسن بن عروبة البصري، حدثنا حيوة بن شريح الحمصي حدثنا بقية بن الوليد، حدثنا ابن ثوبان عن أبيه، حدثنا مكحول عن عبد الرحمن بن غنم الأشعري، أنبأنا أبو مَالِكٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلّم يقول: «إن الله قال: من انتدب خارجا في سبيلي غازيا ابتغاء وجهي، وتصديق وعدي، وإيمانا برسلي فهو في ضمان على الله، إما أن يتوفاه بالجيش فيدخله الجنة، وإما أن يرجع في ضمان الله، وإن طالب عبدا فنغصه حتى يرده إلى أهله مع ما نال من أجر، أو غنيمة، ونال من فضل الله فمات، أو قتل، أو رفصته فرسه، أو بعيره، أو لدغته هامة، أو مات على فراشه بأي حتف شاء الله، فهو شهيد» .
telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arubah Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih Al-Himsy, telah menceritakaa kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Sauban, dari ayahnya, telah menceritakan kepada kami Makhul, dari Abdur Rahman ibnu Ganam Al-Asy'ari, telah menceritakan kepada kami Abu Malik yang mengatakan, "Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya Allah telah berfirman bahwa barang siapa berangkat untuk berjuang di jalan-Ku, berperang untuk memperoleh rida-Ku, dan membenarkan janji-Ku serta iman kepada rasul-rasul-Ku, maka dia berada di dalam jaminan Allah. Adakalanya Allah mewafatkannya di dalam pasukan itu, maka Allah memasukkannya ke dalam surga. Dan adakalanya dia kembali dalam jaminan Allah, sekalipun ia mencari budak, maka Kami memberinya, hingga Allah mengembalikannya kepada keluarganya bersama dengan apa yang diperolehnya berupa pahala atau ganimah. Dan ia telah memperoleh sebagian dari karunia Allah, lalu mati, atau terbunuh, atau ditendang oleh kudanya atau oleh untanya atau disengat oleh serangga atau mati di atas peraduannya dengan kematian apa pun yang dikehendaki oleh Allah, maka dia adalah orang yang mati syahid'."Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Baqiyyah mulai dari "sebagian dari karunia Allah" hingga akhir hadis, dan ia menambahkan sesudah kalimat, fahuwa syahidun (maka dia adalah mati syahid), yaitu: "Dan sesungguhnya dia dimasukkan ke dalam surga."
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ زِيَادٍ سَبَلانُ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ أَبِي حُمَيْدٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ خَرَجَ حَاجًّا فَمَاتَ، كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْحَاجِّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ خَرَجَ مُعْتَمِرًا فَمَاتَ، كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْمُعْتَمِرِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ خَرَجَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمَاتَ، كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْغَازِي إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ".
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Humaid ibnu Abu Humaid, dari Ata ibnu Yazid Al-Laisi, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:  Barang siapa yang berangkat haji, lalu ia meninggal dunia (sebelum sampai ke tujuannya), maka dicatatkan baginya pahala haji sampai hari kiamat. Dan barang siapa yang berangkat umrah, lalu ia meninggal dunia (di tengah jalan), maka dicatatkan baginya pahala umrah hingga hari kiamat. Dan barang siapa yang berangkat berjihad di jalan Allah, lalu ia mati (di tengah jalan), maka dicatatkan baginya pahala orang yang berjihad sampai hari kiamat.
Bila ditinjau dari segi sanadnya, hadis ini garib. 
continue reading An-Nisa, ayat 97-100

An-Nisa, ayat 95-96

لَا يَسْتَوِي الْقاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجاهِدِينَ بِأَمْوالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلاًّ وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجاهِدِينَ عَلَى الْقاعِدِينَ أَجْراً عَظِيماً (95) دَرَجاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً (96)
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat dari-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang mengatakan bahwa ketika diturunkan ayat berikut: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk. (An-Nisa: 95) Maka Rasulullah Saw. memanggil Zaid untuk menulisnya, lalu datanglah Ibnu Ummi Maktum yang mengadukan tentang uzurnya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: yang tidak mempunyai uzur. (An-Nisa: 95)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang). (An-Nisa: 95) Lalu Nabi Saw. bersabda, "Panggilkanlah si Fulan!" Maka datanglah orang yang dimaksud dengan membawa tinta, lembaran (lauh), dan pena; lalu Rasulullah Saw. memerintahkannya untuk menulis ayat berikut: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad dijalan Allah. Saat itu di belakang Nabi Saw. terdapat Ibnu Ummi Maktum. Maka Ibnu Ummi Maktum berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah orang yang tuna netra." Lalu turunlah ayat berikut sebagai gantinya, yaitu firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. (An-Nisa: 95)
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdullah, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Sad. dari Saleh ibnu Kaisan, dari Ibnu Syihab, "Telah menceritakan kepadaku Sahl ibnu Sa'd As-Sa'idi, bahwa ia melihat Marwan ibnul Hakam di dalam masjid. Lalu ia datang kepadanya dan duduk di sebelahnya. Kemudian ia menceritakan kepada kami bahwa Zaid ibnu Sabit pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. pernah memerintahkan kepadaku untuk mencatat firman-Nya: 'Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah." Lalu datanglah kepada beliau Saw. Ibnu Ummi Maktum, yang saat itu beliau sedang mengimlakannya kepadaku. Maka dengan serta merta Ibnu Ummi Maktum berkata, 'Wahai Rasulullah, demi Allah, seandainya aku mampu berjihad di jalan Allah, niscaya aku akan berjihad.' Ibnu Ummi Maktum adalah orang yang tuna netra. Maka turunlah kepada Rasulullah Saw. wahyu lainnya, yang saat itu paha beliau Saw. berada di atas pahaku, maka terasa amat berat bagiku hingga aku merasa khawatir bila pahaku menjadi patah karenanya (beratnya wahyu yang sedang turun kepada Nabi Saw.). Setelah beliau Saw. selesai dari menerima wahyu, maka beliau Saw. membacakan ayat yang diturunkan, yaitu firman-Nya: 'yang tidak mempunyai uzur (halangan)' (An-Nisa: 95)."
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari, tanpa Imam Muslim.
Telah diriwayatkan melalui jalur lain oleh Imam Ahmad, dari Zaid; untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Abuz Zanad, dari Kharijah ibnu Zaid yang mengatakan bahwa sahabat Zaid ibnu Sabit pernah menceritakan hadis berikut, "Ketika aku sedang duduk di sebelah Nabi Saw., tiba-tiba turunlah wahyu kepadanya dan sakinah (ketenangan) menguasai dirinya." Zaid ibnu Sabit melanjutkan kisahnya, "Ketika Nabi Saw. dikuasai oleh ketenangan, beliau mengangkat pahanya dan meletakkannya di atas pahaku." Zaid ibnu Sabit menceritakan, "Demi Allah, aku belum pernah merasakan sesuatu yang lebih berat daripada paha Rasulullah Saw. Setelah wahyu selesai darinya, beliau bersabda, 'Hai Zaid, tulislah!' Maka aku mengambil lembaran dan beliau memerintahkan kepadaku untuk mencatat firman berikut, yaitu: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. sampai dengan firman-Nya: pahala yang besar. (An-Nisa: 95)
Lalu aku menulis ayat tersebut pada selembar tulang paha. Ketika Ibnu Ummi Maktum mendengarnya, maka ia bangkit, sedangkan dia adalah seorang yang tuna netra; ia bangkit karena mendengar keutamaan orang-orang yang berjihad di jalan Allah, lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang yang tidak mampu berjihad dan orang yang tuna netra serta yang mengalami hal-hal yang serupa?'." Zaid melanjutkan kisahnya, "Demi Allah, sebelum ucapan Ibnu Ummi Maktum selesai atau begitu Ibnu Ummi Maktum selesai dari ucapannya, maka Nabi Saw. dikuasai oleh sakinah lagi, dan pahanya berada di atas pahaku. Maka aku merasakan pahanya berat sekali karena wahyu, seperti yang telah kurasakan semula. Kemudian wahyu selesai darinya, lalu beliau bersabda, 'Bacalah!' Maka aku membacakan kepadanya firman berikut: 'Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah.' Maka Nabi Saw. bersabda membacakan pengecualiannya, yaitu firman-Nya: 'yang tidak mempunyai uzur' (An-Nisa: 95)." Zaid ibnu Sabit mengatakan, "Lalu aku menyusulkannya (menyisipkannya). Demi Allah, seakan-akan aku melihat sisipannya itu berada pada bagian yang retak dari lembaran tulang paha itu."
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Sa'id ibnu Mansur, dari Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari ayahnya dengan lafaz yang semisal.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Az-Zuhri, dari Qubaisah ibnu Zua-ib, dari Zaid ibnu Sabit yang menceritakan bahwa dia adalah juru tulis wahyu Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. pada suatu hari memerintahkan kepadanya untuk mencatat firman berikut, yaitu: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dan orang-orang yang berjihad dijalan Allah. Lalu datanglah Ibnu Ummi Maktum, dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ingin berjihad di jalan Allah, tetapi aku mempunyai cacat seumur hidup seperti yang engkau lihat sendiri, indra penglihatanku telah tiada." Zaid ibnu Sabit melanjutkan kisahnya, "Maka terasa berat lagi paha Rasulullah Saw. di atas pahaku, hingga aku merasa khawatir bila tulang pahaku patah karenanya. Setelah wahyu selesai darinya, maka beliau memerintahkan kepadaku untuk mencatat ayat berikut, yaitu firman-Nya: 'Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah' (An-Nisa: 95)."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Abdul Karim (yaitu Ibnu Malik Al-Jariri), bahwa Miqsam maula Abdullah ibnul Haris pernah menceritakan kepadanya bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang). (An-Nisa: 95) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Perang Badar dan orang-orang yang berangkat menuju medan peperangan Badar. Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari tanpa Imam Muslim.
Imam Turmuzi telah meriwayatkannya melalui jalur Hajjaj dari Ibnu Juraij, dari Abdullah Karim, dari Miqsam, dari ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. (An-Nisa: 95) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Perang Badar dan orang-orang yang berangkat menuju medan peperangan Badar.
Ketika diturunkan ayat mengenai Perang Badar, maka Abdullah ibnu Jahsy dan Ibnu Ummi Maktum berkata, "Sesungguhnya kami adalah dua orang yang tuna netra, wahai Rasulullah. Apakah ada keringanan bagi kami?" Maka turunlah firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur. (An-Nisa: 95) Allah melebihkan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya atas orang-orang yang duduk —tidak ikut berperang— satu derajat. Mereka yang duduk tidak ikut perang itu adalah selain yang mempunyai uzur (halangan). Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. (An-Nisa: 95) Yakni orang-orang yang duduk tidak ikut berperang dari kalangan orang-orang mukmin selain mereka yang mempunyai uzur (halangan).
Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Turmuzi, kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib bila ditinjau dari segi jalur sanadnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ}
Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang). (An-Nisa: 95)
bermakna mutlak.
Dan ketika diturunkan wahyu yang singkat, yaitu firman Nya:
{غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ}
yang tidak mempunyai uzur. (An-Nisa: 95)
Maka hal ini mengandung keringanan dan jalan keluar bagi orang-orang yang mempunyai uzur yang membolehkannya untuk tidak ikut berjihad, seperti tuna netra, pincang, dan sakit; hingga kedudukan mereka tetap sama dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Setelah itu Allah memberitakan perihal keutamaan yang dimiliki oleh orang-orang yang berjihad, bahwa keutamaan mereka berada di atas orang-orang yang duduk —tidak ikut berperang— satu derajat. Menurut Ibnu Abbas, selain dari mereka yang mempunyai uzur.
Memang demikianlah seharusnya, seperti yang dinyatakan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui jalur Zuhair ibnu Mu'awiyah, dari Humaid ibnu Anas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
" إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا سِرْتُم مِنْ مَسِير، وَلَا قَطَعْتُمْ مِنْ وَادٍ إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ فِيهِ " قَالُوا: وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: " نَعَمْ حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ "
Sesungguhnya di Madinah terdapat orang-orang yang tidak sekali-kali kalian berjalan, dan tidak pula menempuh suatu lembah, melainkan mereka selalu bersama kalian padanya. Ketika mereka bertanya, "Apakah mereka tetap tinggal di Madinah, wahai Rasulullah?" Nabi Saw. menjawab: Ya, mereka terhalang oleh uzur (hingga tidak ikut bersama kamu).
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ahmad melalui Muhammad ibnu Addi, dari Humaid, dari Anas, dengan lafaz yang sama. Imam Bukhari men-ta'liq-nya secara majzum.
وَرَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ مُوسَى بْنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَقَدْ تَرَكْتُمْ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا سِرْتُمْ مُسِيرًا، وَلَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ، وَلَا قَطَعْتُمْ مِنْ وادٍ إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ فِيهِ ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَكُونُونَ مَعَنَا وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ؟ قَالَ: " حَبْسَهُمُ الْعُذْرُ "
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Hammad ibnu Salamah, dari Humaid dari Musa ibnu Anas ibnu Malik, dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya kalian meninggalkan di Madinah orang-orang yang tidak sekali-kali kalian menempuh suatu perjalanan dan tidak sekali-kali kalian membelanjakan sesuatu, tidak sekali-kali kalian menempuh suatu lembah melainkan mereka selalu bersama kalian di dalamnya. Mereka (para sahabat) bertanya, "Bagaimanakah mereka dapat bersama kami padanya, wahai Rasulullah?" Nabi Saw. menjawab: Ya, mereka tertahan oleh uzur.
Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud.
Semakna dengan pengertian ini, ada seorang penyair yang mengatakan:
يَا رَاحِلِينَ إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ لَقَدْ ... سِرْتُمْ جُسُومًا وَسِرْنَا نَحْنُ أَرْوَاحَا
إنَّا أَقَمْنَا عَلَى عُذْرٍ وَعَنْ قَدَرٍ ... وَمَنْ أَقَامَ عَلَى عُذْرٍ فَقَدْ رَاحَا
Hai orang-orang yang berangkat ke Baitullah Al-'Atiq (Ka'bah), sesungguhnya kalian berangkat dengan jasad kalian, sedangkan karni hanya berangkat dengan arwah kami. Sesungguhnya kami tinggal di tempat karena uzur dan takdir; dan barang siapa yang tinggal karena uzur, berarti sama saja dengan orang yang berangkat (haji).
*******************
Firman Allah Swt.:
وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنى
Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik. (An-Nisa: 95)
Yang dimaksud dengan pahala yang baik ialah surga dan pahala yang berlimpah. Di dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa jihad itu bukanlah fardu ain, melainkan fardu kifayah.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجاهِدِينَ عَلَى الْقاعِدِينَ أَجْراً عَظِيم
dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar. (An-Nisa: 95)
Kemudian Allah Swt. memberitakan anugerah yang diberikan kepada mereka berupa tingkatan-tingkatan pahala di dalam gedung-gedung surga yang tinggi, semua dosa dan kesalahan diampuni, rahmat serta berkah Allah meliputi diri mereka; semua itu sebagai kebaikan dan kemurahan dari Allah Swt. buat mereka. Hal ini diungkapkan melalui firman-Nya:
{دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}
(yaitu) beberapa derajat dari-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 96)
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
«إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِهِ، مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ الأرض»
Sesungguhnya di dalam surga terdapat seratus derajat (tingkatan) yang disediakan oleh Allah untuk orang-orang yang berjihad di jalan-Nya, jarak antara tiap-tiap dua derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi.
Al-A'masy meriwayatkannya dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
" مَنْ بَلَغَ بِسَهْمٍ فَلَهُ أَجْرُهُ دَرَجَةٌ " فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الدَّرَجَةُ؟ فَقَالَ: " أَمَا إِنَّهَا لَيْسَتْ بِعَتَبَةِ أُمُّكَ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ مِائَةُ عَامٍ "
Barang siapa yang melepaskan anak panah (di jalan Allah), baginya pahala satu derajat. Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah derajat itu?" Nabi Saw. menjawab: Ingatlah, sesungguhnya derajat itu bukan tangga naik yang ada pada pintu rumah ibumu, jarak antara dua derajat adalah seratus tahun (perjalanan).
continue reading An-Nisa, ayat 95-96

An-Nisa, ayat 94

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقى إِلَيْكُمُ السَّلامَ لَسْتَ مُؤْمِناً تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَياةِ الدُّنْيا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغانِمُ كَثِيرَةٌ كَذلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كانَ بِما تَعْمَلُونَ خَبِيراً (94)
Hai orang-arang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan 'salam' kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kalian dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair dan Khalaf ibnul Walid serta Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa seorang lelaki dari kalangan Bani Sulaim bersua dengan sejumlah sahabat Nabi Saw. yang sedang menggembalakan ternak kambing Nabi Saw. Lalu lelaki itu mengucapkan salam kepada mereka. Maka mereka berkata (kepada sesamanya), "Orang ini tidak sekali-kali mengucapkan salam kepada kita melainkan hanya untuk menyelamatkan dirinya dari kita, lalu mereka menyerang dan membunuhnya. Setelah itu mereka merampas ternak kambing milik lelaki (harbi) itu kepada Nabi Saw., lalu turunlah ayat ini," yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 94), hingga akhir ayat.
Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Abdu ibnu Humaid, dari Abdul Aziz ibnu Abu Razmah, dari Israil dengan lafaz yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Dalam bab yang sama telah diriwayatkan sebuah hadis dari Usamah ibnu Zaid.
Imam Hakim meriwayatkannya melalui jalur Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil dengan lafaz yang sama; kemudian ia mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Ubaidillah ibnu Musa dan Abdur Rahim ibnu Sulaiman; keduanya dari Israil dengan lafaz yang sama. Ibnu Jarir mengatakan dalam salah satu kitabnya selain kitab tafsirnya, bahwa ia telah meriwayatkannya dari jalur Abdur Rahman saja. Hadis ini menurut kami sahih sanadnya, tetapi adakalanya menurut pendapat orang lain dinilai lemah karena ada beberapa cela yang antara lain ialah tidak diketahui ada seorang mukharrij yang mengetengahkannya dari Sammak, kecuali melalui jalur ini. Kelemahan lainnya ialah bahwa Ikrimah dalam periwayatan hadisnya menurut pendapat mereka masih perlu dipertimbangkan. Kelemahan lainnya ialah orang yang diturunkan ayat ini berkenaan dengannya, menurut mereka masih diperselisihkan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Muhallim ibnu Jusamah, sebagian yang lainnya mengatakan Usamah ibnu Zaid, dan pendapat yang lainnya lagi mengatakan selain itu.
Menurut kami, pendapat ini aneh dan tidak dapat diterima ditinjau dari berbagai segi. Pertama ialah terbukti bahwa hadis ini diriwayatkan melalui Sammak, dan telah menceritakan darinya banyak orang dari kalangan para imam yang terkenal. Kedua, bahwa Ikrimah menurut penilaian kitab sahih dapat dijadikan hujah hadisnya. Ketiga, hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur selain jalur ini dari Ibnu Abbas;
seperti yang dikatakan oleh Imam Bukhari, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan 'salam' kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin." (An-Nisa: 94) Ibnu Abbas mengatakan bahwa dahulu pernah ada seorang lelaki sedang sibuk mengurus ganimah miliknya, lalu ia dikejar oleh orang-orang muslim, dan ia mengucapkan, "As salamu 'alaikum" kepada mereka, tetapi mereka membunuhnya dan merampas ganimahnya. Maka turunlah firman-Nya: janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan 'salam' kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin." (An-Nisa: 94)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa harta benda duniawi adalah ganimah itu, dan Ibnu Abbas membacakan firman-Nya, "As-salama."
Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mansur, dari Amr ibnu Dinar, dari Ata ibnu Yasar, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pasukan kaum muslim mengejar seorang lelaki yang sedang mengurus ganimahnya, lalu lelaki itu mengucapkan salam kepada mereka. Tetapi mereka membunuhnya dan merampas ganimahnya. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: dan janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin." (An-Nisa: 94)
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui jalur Sufyan ibnu Uyaynah dengan lafaz yang sama. Di dalam salah satu turjumah (autobiografi) ada yang tidak disebutkan, yaitu saudara lelakinya yang bernama Fazzar hijrah kepada Rasulullah Saw. atas perintah ayahnya untuk memberitahukan kepada beliau perihal keislamannya dan keislaman kaumnya. Tetapi di tengah jalan dalam kegelapan malam ia bersua dengan suatu pasukan Sariyyah Rasulullah Saw. Padahal ia telah mengucapkan kepada mereka bahwa dirinya adalah orang muslim, tetapi mereka tidak menerimanya, bahkan membunuhnya. Ayah si terbunuh datang kepada Rasulullah Saw. untuk melaporkan hal itu, maka Rasulullah Saw. memberinya seribu dinar dan diat lainnya, lalu menyuruhnya pergi. Maka turunlah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) dijalan Allah. (An-Nisa: 94), hingga akhir ayat.
Adapun mengenai kisah Muhallim ibnu Jusamah, Imam Ahmad mengatakan sehubungan dengannya, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdullah ibnu Qasit, dari Al-Qa'qa' ibnu Abdullah ibnu Abu Hadrad r.a. yang menceritakan, "Rasulullah Saw. mengirimkan kami kepada kabilah Adam dalam bentuk suatu pasukan. Aku ikut dalam pasukan itu yang di dalamnya terdapat Abu Qatadah (yaitu Al-Haris ibnu Rib'i) dan Muhallim ibnu Jusamah ibnu Qais. Ketika kami sampai di lembah tempat kabilah Adam tinggal, maka bersualah dengan kami Amir ibnul Adbat Al-Asyja'i yang mengendarai untanya seraya membawa sejumlah barang dan air susu. Ketika hendak berpapasan dengan kami, ia mengucapkan salam kepada kami, maka kami berhenti karenanya; tetapi Muhallim ibnu Jusamah menyerangnya dan langsung membunuhnya karena ada suatu masalah antara mereka berdua. Lalu Muhallim merampas unta kendaraannya dan semua barang miliknya. Setelah kami kembali kepada Rasulullah Saw. dan kami ceritakan kepadanya peristiwa tersebut, maka turunlah firman-Nya: 'Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) di jalan Allah' —hingga sampai pada firman-Nya— "Maha Mengetahui." (An-Nisa: 94)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri).
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ نَافِعٍ؛ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَلِّم بْنَ جَثَّامة مَبْعَثًا، فَلَقِيَهُمْ عَامِرُ بْنُ الْأَضْبَطِ، فَحَيَّاهُمْ بِتَحِيَّةِ الإسلام وكانت بينهم حسنة فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَرَمَاهُ مُحَلِّمٌ بِسَهْمٍ فَقَتَلَهُ، فَجَاءَ الْخَبَرُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَكَلَّمَ فِيهِ عُيَيْنَةُ وَالْأَقْرَعُ، فَقَالَ الْأَقْرَعُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، سُنَّ الْيَوْمَ وَغَيِّرْ غَدًا. فَقَالَ عُيَيْنَةُ: لَا وَاللَّهِ، حَتَّى تَذُوقَ نِسَاؤُهُ مِنَ الثُّكل مَا ذَاقَ نِسَائِي. فَجَاءَ مُحَلِّمٌ فِي بُرْدَيْنِ، فَجَلَسَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَسْتَغْفِرَ لَهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لا غَفَرَ اللَّهُ لَكَ". فَقَامَ وَهُوَ يَتَلَقَّى دُمُوعَهُ بِبُرْدَيْهِ، فَمَا مَضَتْ لَهُ سَابِعَةٌ حَتَّى مَاتَ، وَدَفَنُوهُ، فَلَفَظَتْهُ الْأَرْضُ، فَجَاءُوا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: "إِنَّ الْأَرْضَ تَقَبَلُ مَنْ هُوَ شَرٌّ مَنْ صَاحَبِكُمْ، وَلَكِنَّ اللَّهَ أَرَادَ أَنْ يَعِظَكُمْ مِنْ جرمتكم" ثُمَّ طَرَحُوهُ بَيْنَ صَدَفَيْ جَبَلٍ وَأَلْقَوْا عَلَيْهِ الْحِجَارَةَ، وَنَزَلْتُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِيَن آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُم فِي سَبِيلِ اللهِ فَتَبَيَّنُوا} الْآيَةَ.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Abu Ishaq, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Muhallim ibnu Jusamah bersama suatu pasukan. Lalu di tengah jalan mereka bersua dengan Amir ibnul Adbat, maka Amir mengucapkan salam penghormatan Islam kepada mereka. Dahulu di masa Jahiliah pernah terjadi permusuhan di antara mereka. Maka Muhallim membidiknya dengan anak panah hingga Amir mati. Berita itu sampai kepada Rasulullah Saw. Maka Uyaynah dan Al-Aqra' membicarakan hal tersebut. Untuk itu ia Al-Aqra' berkata, "Wahai Rasulullah, kirimkanlah pasukan hari ini dan adakanlah serangan pada keesokan harinya." Uyaynah berkata, "Tidak, demi Allah, sebelum wanita-wanitanya (istri-istrinya) merasakan kehilangan dia sebagaimana yang dirasakan oleh wanita-wanitaku." Lalu datanglah Muhallim dengan memakai baju burdah dua lapis. Ia langsung duduk di hadapan Rasulullah Saw. dengan maksud meminta maaf kepadanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Semoga Allah tidak mengampunimu! Maka Muhallim pergi dalam keadaan menangis dan air matanya membasahi baju burdahnya. Belum lagi sampai satu minggu, Muhallim meninggal dunia, lalu mereka menguburnya, tetapi bumi menolaknya. Maka mereka (kaumnya) datang kepada Nabi Saw. dan menceritakan peristiwa tersebut kepadanya. Maka beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya bumi ini menerima pula orang yang lebih jahat dari teman kalian itu, tetapi Allah bermaksud memberikan pelajaran kepada kalian. Kemudian mereka melemparkan jenazahnya ke celah bukit, lalu menimbunnya dengan batu-batuan. Dan turunlah firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) dijalan Allah, maka telitilah. (An-Nisa: 94), hingga akhir ayat.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: قَالَ حَبِيبُ بْنُ أَبِي عَمْرَة، عَنْ سَعِيدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ (4) صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمِقْدَادِ: "إِذَا كَانَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ يُخْفِي إِيمَانَهُ مَعَ قَوْمٍ كُفَّارٍ، فَأَظْهَرَ إِيمَانَهُ فقتلتَه، فَكَذَلِكَ كُنْتَ أَنْتَ تُخْفِي إِيمَانَكَ بِمَكَّةَ مِنْ قَبْلُ".
Imam Bukhari mengatakan bahwa Habib ibnu Abu Amrah pernah meriwayatkan dari Sa'id, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Al-Miqdad:  Apabila seorang lelaki mukmin menyembunyikan imannya karena ia hidup bersama orang-orang kafir, lalu ia menampakkan imannya, tetapi kamu membunuhnya; maka demikian pula halnya kamu ketika di Mekah, kamu menyembunyikan imanmu sebelum itu.
Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq lagi singkat.
Akan tetapi, hadis ini diriwayatkan secara panjang lebar lagi mausul. Untuk itu Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan:
حدثنا حماد بْنُ عَلِيٍّ الْبَغْدَادِيِّ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَلِيِّ (7) بْنِ مُقَدَّم، حَدَّثَنَا حَبِيبُ بْنُ أَبِي عَمْرَة، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً، فِيهَا الْمِقْدَادُ بْنُ الْأَسْوَدِ، فَلَمَّا أَتَوُا الْقَوْمَ وَجَدُوهُمْ قَدْ تَفَرَّقُوا، وَبَقِيَ رَجُلٌ لَهُ مَالٌ كَثِيرٌ لَمْ يَبْرَحْ فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. وَأَهْوَى (8) إِلَيْهِ الْمِقْدَادُ فَقَتَلَهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ: أَقَتَلْتَ رَجُلًا شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؟ وَاللَّهِ لأذكرَن ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ رَجُلًا شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَتَلَهُ الْمِقْدَادُ. فَقَالَ: "ادْعُوَا لِي الْمِقْدَادَ. يَا مِقْدَادُ، أَقَتَلْتَ رَجُلًا يَقُولُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَكَيْفَ لَكَ بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ غَدًا؟ ". قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا} فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمِقْدَادِ: "كَانَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ يُخْفِي إِيمَانَهُ مَعَ قَوْمٍ كُفَّارٍ، فَأَظْهَرَ إِيمَانَهُ، فقتلْتَه، وَكَذَلِكَ كُنْتَ تُخْفِي إِيمَانَكَ بِمَكَّةَ قُبَلُ"
telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Ali Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ali ibnu Miqdam, telah menceritakan kepada kami Habib ibnu Abu Amrah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan suatu sariyyah (pasukan) yang dipimpin oleh Al-Miqdad ibnu Aswad. Ketika mereka sampai di tempat kaum yang dituju, ternyata mereka tidak menjumpai seorang pun karena semuanya melarikan diri. Hanya ada seorang lelaki yang tetap tinggal di tempatnya, dia mempunyai banyak harta benda. Lalu lelaki itu mengucapkan, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah." Akan tetapi, Al-Miqdad tetap menyerangnya dan membunuhnya. Maka seorang lelaki dari kalangan anak buahnya berkata, "Apakah kamu berani membunuh seseorang yang telah mengucapkan, 'Tidak ada Tuhan selain Allah"? Demi Allah, aku benar-benar akan melaporkannya kepada Nabi Saw." Setelah mereka kembali kepada Rasulullah Saw., maka mereka berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang lelaki yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, lalu lelaki itu dibunuh oleh Al-Miqdad." Maka beliau Saw. bersabda, "Panggillah Al-Miqdad menghadapku." Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Hai Miqdad, apakah kamu telah membunuh seorang lelaki yang mengucapkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah? Maka bagaimanakah kamu dengan kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah' besok (di hari kiamat)? Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepada kalian, "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu pula keadaan kalian dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian, maka telitilah. (An-Nisa: 94) Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada Al-Miqdad: Dia adalah seorang mukmin yang menyembunyikan imannya dari orang-orang kafir, lalu ia menampakkan imannya, tetapi kamu membunuhnya. Padahal begitu jugalah keadaanmu dahulu di Mekah sebelum itu, kamu menyembunyikan imanmu.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَعِنْدَ اللَّهِ مَغانِمُ كَثِيرَةٌ
karena di sisi Allah ada harta yang banyak. (An-Nisa: 94)
Yakni yang lebih baik dari harta dunia yang kamu inginkan dan yang mendorong kamu untuk membunuh semisal orang yang mengucapkan salam kepadamu itu. Padahal dia telah menampakkan keimanannya kepada kalian, tetapi kalian tidak mengindahkannya dan menuduhnya hanya sebagai basa-basi untuk menyelamatkan dirinya. Kamu lakukan hal tersebut dengan tujuan untuk memperoleh harta duniawi. Ketahuilah bahwa pahala yang ada di sisi Allah jauh lebih baik daripada apa yang kalian inginkan dari harta orang tersebut.
*******************
Firman Allah Swt.:
 كَذلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ
Begitu jugalah keadaan kalian dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian. (An-Nisa: 94)
Padahal sebelum itu kalian sama dengan orang tersebut yang menyembunyikan imannya dan merahasiakannya dari mata kaumnya, seperti yang telah disebut dalam hadis marfu' di atas. Juga semakna dengan apa yang disebut oleh Allah Swt. dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الْأَرْضِ
Dan ingatlah, ketika kalian masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekah). (Al-Anfal: 26)
Demikianlah menurut pendapat Sa'id ibnu Jubair, menurut apa yang diriwayatkan oleh As-Sauri, dari Habib ibnu Abu Amrah, dari Sa'id ibnu Jubair tentang firman-Nya: Begitu jugalah keadaan kalian dahulu. (An-Nisa: 94) Yakni kalian menyembunyikan iman kalian dari pengetahuan orang-orang musyrik Mekah.
Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Kasir, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Begitu jugalah keadaan kalian dahulu. (An-Nisa: 94) Yaitu kalian menyembunyikan iman kalian sebagaimana penggembala ini menyembunyikan imannya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Qais, dari Salim, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan firman-Nya: Begitu pula keadaan kalian dahulu. (An-Nisa: 94) Yakni kalian belum beriman, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian. (An-Nisa: 94) Maksudnya, mengampuni kalian (karena kalian masuk Islam). Lalu Usamah bersumpah bahwa ia tidak akan membunuh seseorang yang mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah," sesudah lelaki tersebut dan sesudah peringatan Rasulullah Saw. terhadap dirinya sehubungan dengan peristiwa itu.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَتَبَيَّنُوا}
maka telitilah. (An-Nisa: 94)
Makna ayat ini mengukuhkan kalimat sebelumnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا}
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (An-Nisa: 94)
Menurut Sa'id ibnu Jubair, dalam firman ini terkandung ancaman dan peringatan.
continue reading An-Nisa, ayat 94

An-Nisa, ayat 92-93

وَما كانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِناً إِلاَّ خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلى أَهْلِهِ إِلاَّ أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيامُ شَهْرَيْنِ مُتَتابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكانَ اللَّهُ عَلِيماً حَكِيماً (92) وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُتَعَمِّداً فَجَزاؤُهُ جَهَنَّمُ خالِداً فِيها وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذاباً عَظِيماً (93)
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja); dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhi kalian, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kalian, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan tobat dari Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.
Allah Swt. berfirman bahwa seorang mukmin tidak boleh membunuh saudaranya yang mukmin dengan alasan apa pun.
Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ"
Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali karena salah satu dari tiga perkara, yaitu membunuh jiwa balasannya dibunuh lagi, duda yang berzina, orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.
Kemudian jika terjadi sesuatu dari ketiga hal tersebut, maka tiada hak atas setiap individu masyarakat untuk menghukumnya, melainkan yang berhak menghukumnya adalah imam atau wakilnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِلَّا خَطَأً
Terkecuali karena tersalah (tidak sengaja). (An-Nisa: 92)
Mereka mengatakan bahwa istisna dalam ayat ini merupakan istisna munqati', perihalnya sama dengan pengertian yang terdapat pada ucapan seorang penyair yang mengatakan:
مِنَ الْبِيضِ لَمْ تَظْعَنْ بَعِيدًا وَلَمْ تَطَأْ ... عَلَى الْأَرْضِ إِلَّا رَيْطَ بُرْدٍ مُرَحَّلِ
dari telurnya (burung unta itu) tidak pernah pergi jauh dan tidak pernah pula menyentuh tanah kecuali karena cuaca dingin yang memaksanya harus pergi mengungsi.
Bukti-bukti yang membenarkan pengertian ini cukup banyak.
Mengenai asbabun nuzul ayat ini masih diperselisihkan, untuk itu Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ayyasy ibnu Abu Rabi'ah. Abu Rabi'ah adalah saudara laki-laki seibu dengan Abu Jahal; ibunya bernama Asma binti Makhramah.
Pada mulanya Ayyasy membunuh seorang lelaki yang menyiksa dirinya bersama saudaranya karena Ayyasy masuk Islam; lelaki itu bernama Al-Haris ibnu Yazid Al-Gamidi. Dalam hati Ayyasy masih terpendam niat hendak membalas saudara Al-Haris itu. Tetapi tanpa sepengetahuan Ayyasy, saudara Al-Haris tersebut masuk Islam dan ikut hijrah. Ketika terjadi Perang Fath Mekah, tiba-tiba Ayyasy melihat lelaki tersebut, maka dengan serta merta ia langsung menyerangnya dan membunuhnya karena ia menduga bahwa lelaki tersebut masih musyrik. Maka Allah menurunkan ayat ini.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Darda, karena ia membunuh seorang lelaki yang telah mengucapkan kalimat iman (yaitu syahadatain), di saat ia mengangkat senjata padanya. Sekalipun lelaki itu telah mengucapkan kalimat iman, Abu Darda tetap mengayunkan pedang kepadanya, hingga matilah ia. Ketika peristiwa tersebut diceritakan kepada Nabi Saw., Abu Darda beralasan bahwa sesungguhnya lelaki itu mau mengucapkan kalimat tersebut hanyalah semata-mata untuk melindungi dirinya. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Apakah kamu telah membelah dadanya?
Hadis ini terdapat di dalam kitab Sahih, tetapi bukan melalui Abu Darda.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلى أَهْلِهِ
dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu). (An-Nisa: 92)
Kedua sanksi tersebut wajib dalam kasus pembunuhan tidak sengaja, yang salah satunya ialah membayar kifarat untuk menghapus dosa besar yang dilakukannya, sekalipun hal tersebut ia lakukan secara tidak sengaja. Di antara syarat kifarat ini ialah memerdekakan seorang budak yang mukmin, tidak cukup bila yang dimerdekakannya itu adalah budak yang kafir.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi, Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan Al-Basri, bahwa mereka mengatakan, "Tidak mencukupi sebagai kifarat memerdekakan budak yang masih kecil, mengingat anak yang masih kecil masih belum menjadi pelaku iman."
Diriwayatkan melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah yang mengatakan bahwa di dalam mushaf sahabat Ubay ibnu Ka'b terdapat keterangan, "Maka hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman," dalam kifarat ini masih belum mencukupi bila yang dimerdekakannya adalah budak yang masih kecil.
Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan, "Jika si budak yang masih kecil itu dilahirkan dari kedua orang tua yang kedua-duanya muslim, sudah mencukupi untuk kifarat. Tetapi jika bukan dilahirkan dari kedua orang tua yang muslim, hukumnya tidak mencukupi."
Pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama mengatakan, "Manakala budak yang dimerdekakan adalah orang muslim, maka sah dimerdekakan sebagai kifarat, tanpa memandang apakah ia masih kecil atau sudah dewasa."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: أَنْبَأَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهري، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ؛ أَنَّهُ جَاءَ بِأَمَةٍ سَوْدَاءَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ عَلَيَّ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً، فَإِنْ كُنْتَ تَرَى هَذِهِ مُؤْمِنَةً أَعْتَقْتُهَا. فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أتشهدين أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؟ " قَالَتْ: نَعَمْ. قال: "أتشهدين أني رسول الله؟ " قالت نعم. قال:"أتؤمنين بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ؟ " قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ: "أَعْتِقْهَا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Abdullah, dari seorang lelaki, dari kalangan Ansar yang telah menceritakan hadis berikut: Bahwa ia datang dengan membawa budak perempuan yang berkulit hitam, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku terkena kewajiban memerdekakan seorang budak yang mukmin. Untuk itu apabila menurutmu budak ini mukmin, maka aku akan memerdekakannya." Rasulullah Saw. bertanya kepada budak perempuan itu, "Apakah engkau telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah?" Budak perempuan itu menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Apakah engkau telah bersaksi pula bahwa aku adalah utusan Allah?" Si budak menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Apakah engkau beriman dengan hari berbangkit sesudah mati?" Si budak menjawab, "Ya." Rasulullah Saw. bersabda, "Merdekakanlah dia!"
Sanad hadis ini sahih. Mengenai nama sahabat yang tidak disebutkan dengan jelas, tidak mengurangi predikat hadis ini.
Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik, kitab Musnad Imam Syafii, kitab Musnad Imam Ahmad, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, dan Sunan Nasai disebutkan sebuah hadis melalui jalur Hilal ibnu Abu Maimunah, dari Ata ibnu Yasar, dari Mu'awiyah ibnul Hakam:
أَنَّهُ لَمَّا جَاءَ بِتِلْكَ الْجَارِيَةِ السَّوْدَاءِ قَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيْنَ اللَّهُ؟ " قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ. قَالَ: "مَنْ أَنَا" قالت: أنت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ"
bahwa ketika ia datang membawa budak wanita hitam itu kepada Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda kepada budak itu, "Di manakah Allah itu?" Ia menjawab, "Di langit." Rasulullah Saw. bertanya lagi, "Siapakah aku ini?" Ia menjawab, "Utusan Allah." Rasulullah Saw. bersabda: Merdekakanlah dia, sesungguhnya dia beriman.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلى أَهْلِهِ
dan membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu). (An-Nisa: 92)
Kewajiban yang kedua yang dibebankan kepada si pembunuh ialah yang menyangkut kepentingan keluarga si terbunuh, yaitu pembayaran diat kepada mereka, sebagai kompensasi yang diperuntukkan buat mereka akibat terbunuhnya keluarga mereka.
Diat ini hanyalah diwajibkan dalam bentuk lima rupa, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah melalui hadis Al-Hajjaj ibnu Artah, dari Zaid ibnu Jubair, dari Khasyf ibnu Malik, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan:
قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دِيَةِ الْخَطَأِ عِشْرِينَ بِنْتَ مَخَاضٍ، وَعِشْرِينَ بَنِي مَخَاضٍ ذُكُورًا، وَعِشْرِينَ بِنْتَ لَبُونٍ، وَعِشْرِينَ جَذَعة وَعِشْرِينَ حِقَّة.
Rasulullah Saw. telah memutuskan terhadap diat kasus pembunuhan secara tidak sengaja dibayar dalam bentuk dua puluh ekor bintu makhad, dua puluh ekor bani makhad, dua puluh ekor bintu labun, dua puluh ekor jaz'ah, dan dua puluh ekor hiqqah.
Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada Imam Nasai. Imam Turmuzi mengatakan, "Kami tidak mengetahui predikat marfu'-nya kecuali melalui jalur sanad ini."
Tetapi diriwayatkan pula hal yang sama secara mauquf dari Abdullah Ibnu Mas'ud, begitu pula dari Ali dan sejumlah sahabat lainnya. Tetapi menurut pendapat yang lainnya lagi, diat harus dibagi menjadi empat macam.
Diat ini hanya diwajibkan atas aqilah (para asabah) si pembunuh, bukan dibebankan kepada harta si pembunuh.
Imam Syafii mengatakan, "Aku belum pernah mengetahui ada yang menentang bahwa Rasulullah Saw. telah memutuskan diat ditanggung oleh aqilah. Hal ini jauh lebih banyak daripada hadis yang khusus."
Hal yang diisyaratkan oleh Imam Syafii ini memang terbukti banyak hadis yang menerangkan tentangnya. Antara lain ialah hadis yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Abu Hurairah yang menceritakan:
اقْتَتَلَتِ امْرَأَتَانِ مِنْ هُذَيل، فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى بِحَجَرٍ فَقَتَلَتْهَا وَمَا فِي بَطْنِهَا، فَاخْتَصَمُوا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فَقَضَى أَنَّ دِيَةَ جَنِينِهَا غُرَّة عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ، وَقَضَى بِدِيَةِ الْمَرْأَةِ عَلَى عَاقِلَتِهَا
bahwa ada dua orang wanita dari kalangan Bani Huzail berkelahi, lalu salah seorang darinya melempar lawannya dengan batu hingga membunuhnya berikut janin yang dikandungnya. Kemudian kedua keluarga yang bersangkutan mengadukan kasus mereka kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memutuskan bahwa diat janin si terbunuh ialah memerdekakan seorang budak laki-laki atau budak perempuan, sedangkan keputusan mengenai diat ibunya dibebankan kepada aqilah si pembunuh.
Dapat ditarik kesimpulan dari hadis ini bahwa hukum membunuh mirip dengan secara sengaja sama dengan hukum membunuh secara keliru murni dalam hal diatnya. Akan tetapi, dalam kasus serupa dengan sengaja diatnya hanya terbagi menjadi tiga macam.
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebut sebuah hadis melalui Abdullah ibnu Umar:
بَعَثَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ إِلَى بَنِي جُذَيْمَةَ، فَدَعَاهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَلَمْ يُحْسِنُوا أَنْ يَقُولُوا: أَسْلَمْنَا. فَجَعَلُوا يَقُولُونَ: صَبَأْنَا صَبَأْنَا. فَجَعَلَ خَالِدٌ يَقْتُلُهُمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَفَعَ يَدَيْهِ وَقَالَ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ". وَبَعَثَ عَلِيًّا فَوَدَى قَتْلَاهُمْ وَمَا أُتْلِفَ مِنْ أَمْوَالِهِمْ، حَتَّى مِيلَغة الْكَلْبِ
bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Khalid ibnul Walid (bersama sejumlah pasukan yang dipinipinnya) ke tempat orang-orang Bani Juzaimah. Lalu Khalid menyeru mereka dan mengajak mereka masuk Islam, tetapi mereka tidak dapat mengatakan, "Kami masuk Islam." Yang mereka katakan hanyalah, "Kami masuk agama Sabiah, kami masuk agama Sabiah." Maka Khalid membunuh mereka. Ketika Rasulullah Saw. mendengar hal tersebut, beliau mengangkat kedua tangannya, lalu berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri dari-Mu terhadap apa yang diperbuat oleh Khalid. Lalu Rasulullah Saw. mengutus Ali untuk membayar diat mereka yang terbunuh dan mengganti harta mereka yang dirusak tanpa ada sedikit pun yang tertinggal.
Dari hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kekeliruan yang ditimbulkan oleh pihak imam atau wakilnya, kerugiannya dibebankan kepada Baitul Mal.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. (An-Nisa: 92)
Dalam kasus pembunuhan tidak sengaja diat harus diserahkan kepada keluarga si terbunuh, kecuali jika keluarga si terbunuh menyedekahkannya (memaafkannya), maka hukum diat tidak wajib lagi.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَإِنْ كانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ
Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhi kalian, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. (An-Nisa: 92)
Bilamana si terbunuh adalah orang mukmin, tetapi semua keluarganya adalah orang-orang kafir harbi yang bermusuhan dengan kalian, maka tidak ada diat bagi mereka, dan si pembunuh diwajibkan memerdekakan seorang budak yang mukmin, tanpa ada sanksi lainnya lagi.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِنْ كانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثاقٌ
Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kalian. (An-Nisa: 92)
Jika keluarga si terbunuh adalah orang-orang kafir zimmi, atau yang ada perjanjian perdamaian dengan kalian, maka mereka mendapat diatnya. Jika si terbunuh adalah orang mukmin, maka diatnya lengkap; demikian pula jika si terbunuh kafir, menurut pendapat segolongan ulama. Tetapi menurut pendapat yang lain, bila si terbunuhnya adalah orang kafir, maka diatnya hanya separo diat orang muslim. Menurut pendapat yang lainnya lagi, sepertiganya. Rincian mengenai masalah ini dibahas dalam kitab-kitab fiqih. Si pembunuh diwajibkan pula memerdekakan seorang budak yang mukmin selain diat tersebut.
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيامُ شَهْرَيْنِ مُتَتابِعَيْنِ
Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut. (An-Nisa: 92)
Tidak boleh berbuka barang sehari pun di antara dua bulan itu, melainkan ia lakukan puasanya secara berturut-turut dan langsung hingga bulan yang kedua. Untuk itu jika ia berbuka tanpa uzur sakit atau haid atau nifas, maka ia harus memulainya lagi dari permulaan.
Para ulama sehubungan dengan masalah ini berbeda pendapat mengenai bepergian, apakah orang yang bersangkutan boleh memutuskannya atau tidak. Ada dua pendapat mengenai masalah ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكانَ اللَّهُ عَلِيماً حَكِيماً
Untuk penerimaan tobat dari Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 92)
Dengan kata lain, begitulah tobat orang yang melakukan pembunuhan tidak disengaja, yaitu apabila ia tidak mendapatkan budak untuk dimerdekakannya, hendaklah ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut sebagai gantinya.
Para ulama berselisih pendapat mengenai orang yang tidak kuat melakukan puasa, apakah ia wajib memberi makan enam puluh orang miskin, sebagaimana dalam kifarat zihar? Ada dua pendapat mengenainya.
Pendapat pertama mengiyakan, karena disamakan dengan kifarat dalam masalah zihar. Sesungguhnya alternatif ini tidak disebutkan di dalam ayat, karena kedudukan ayat mengandung makna ancaman, peringatan, dan menakut-nakuti. Maka tidaklah serasi bila disebutkan padanya masalah memberi makan sebagai alternatif lain, karena akan tersirat pengertian mempermudah dan menganggap ringan.
Pendapat yang kedua mengatakan tidak boleh berpindah kepada kifarat memberi makan, karena sesungguhnya jika alternatif memberi makan ini hukumnya wajib, niscaya keterangan mengenainya tidak diakhirkan dari saat dibutuhkan.
{وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا}
Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 92)
Tafsir mengenai ayat yang berbunyi demikian sering dikemukakan.
*******************
Setelah Allah Swt. menjelaskan hukum pembunuhan secara tidak sengaja, kemudian dijelaskan hukum membunuh dengan sengaja. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا
Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. (An-Nisa: 93)
Ayat ini mengandung makna ancaman yang keras dan peringatan yang tidak mengenal ampun terhadap orang yang melakukan dosa besar ini, yang disebut oleh Allah bergandengan dengan perbuatan syirik dalam banyak ayat dari Kitabullah. Di dalam surat Al-Furqan, Allah Swt. berfirman:
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلهاً آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar. (Al-Furqan: 68)
Dalam ayat lainnya Allah Swt. telah berfirman:
قُلْ تَعالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً
Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian, yaitu: Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia." (Al-An'am: 151)
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang mengharamkan pembunuhan banyak sekali, antara lain ialah sebuah hadis yang disebut di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي الدِّمَاءِ»
Mula-mula perkara yang diputuskan di antara manusia pada hari kiamat ialah mengenai masalah darah.
Di dalam hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui riwayat Amr ibnul Walid ibnu Abdah Al-Masri, dari Ubadah ibnus-Samit, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَا يَزَالُ الْمُؤْمِنُ مُعنقا صَالِحًا مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا، فَإِذَا أَصَابَ دَمًا حَرَامًا بَلَّح"
Orang mukmin itu masih tetap dalam keadaan berjalan cepat dan baik, selagi ia tidak mengalirkan darah yang diharamkan. Apabila ia mengalirkan darah yang diharamkan, maka terhentilah jalannya (karena lelah dan lemah).
"لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ"
Sesungguhnya lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada membunuh seorang lelaki muslim.
"لو أجمع أهل السموات وَالْأَرْضِ عَلَى قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ، لَأَكَبَّهُمُ اللَّهُ فِي النَّارِ"
Seandainya bersatu semua penduduk langit dan penduduk bumi dalam membunuh seorang lelaki muslim, niscaya Allah mencampakkan mereka semua ke dalam neraka.
"مَنْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ وَلَوْ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ: آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ"
Barang siapa ikut terlibat dalam membunuh seorang muslim —sekalipun dengan sepatah kata— kelak di hari kiamat ia datang, sedangkan di antara kedua matanya tertulis kalimat "Orang yang dijauhkan dari rahmat Allah."
Ibnu Abbas mempunyai pendapat tiada tobat (yang diterima) bagi pembunuh orang mukmin dengan sengaja.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah ibnun Nu'man yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Jubair mengatakan, "Ulama Kufah berselisih pendapat mengenai masalah membunuh orang mukmin dengan sengaja. Maka aku (Ibnu Jubair) berangkat menemui Ibnu Abbas, lalu aku tanyakan masalah ini kepadanya. Ia menjawab bahwa telah diturunkan ayat berikut," yaitu firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93) Ayat ini merupakan ayat yang paling akliir diturunkan (berkenaan dengan masalah hukum, pent.) dan tiada suatu ayat lain pun yang me-mansukh-nya.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Syu'bah dengan lafaz yang sama.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Imam Ahmad ibnu Ham-bal, dari Ibnu Mahdi, dari Sufyan As-Sauri, dari Mugirah ibnun Nu'man, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93) Ibnu Abbas mengatakan bahwa tiada sesuatu pun yang memansukh ayat ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Abdur Rahman ibnu Abza menceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas menjawab bahwa ayat ini tiada yang memansukhnya.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah. (Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat. Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mansur, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair; atau telah menceritakan ke-padaku Al-Hakam, dari Sa'id ibnu Jubair yang pernah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai firman-Nya: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam. (An-Nisa: 93) Maka Ibnu Abbas menjawab, "Sesungguhnya seorang lelaki itu apabila telah mengetahui Islam dan syariat-syariat (hukum-hukum)nya, kemudian ia membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam dan tiada tobat baginya." Ketika aku (Sa'id ibnu Jubair) ceritakan jawaban tersebut kepada Mujahid, maka Mujahid mengatakan, "Kecuali orang yang menyesali perbuatannya (yakni bertobat)."
حَدَّثَنَا ابْنُ حُمَيْدٍ، وَابْنُ وَكِيع قَالَا حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ يَحْيَى الْجَابِرِ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد قَالَ: كُنَّا عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ بَعْدَ مَا كُف بَصَرُهُ، فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَنَادَاهُ: يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ، مَا ترى في رجل قتل مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا؟ فَقَالَ: {جَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا} قَالَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى؟ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: ثَكِلَتْهُ أُمُّهُ، وَأَنَّى لَهُ التَّوْبَةُ وَالْهُدَى؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ! لَقَدْ سَمِعْتُ نَبِيَّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "ثَكِلَتْهُ أُمُّهُ، قَاتِلُ مُؤْمِنٍ مُتَعَمِّدًا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ آخِذَهُ بِيَمِينِهِ أَوْ بِشَمَالِهِ، تَشْخَبُ أَوْدَاجُهُ دَمًا فِي قُبُل عَرْشِ الرَّحْمَنِ، يَلَزَمُ قَاتِلَهُ بِشَمَالِهِ بِيَدِهِ الْأُخْرَى، يَقُولُ: سَلْ هَذَا فِيمَ قَتَلَنِي" ؟ وَايْمُ الَّذِي نَفْسُ عَبْدِ اللَّهِ بِيَدِهِ! لَقَدْ أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ، فَمَا نَسَخَتْهَا مِنْ آيَةٍ حَتَّى قُبِضَ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَا نَزَلْ بَعْدَهَا مِنْ بُرْهَانٍ.
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid dan Ibnu Waki'; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yahya Al-Jabiri, dari Salim ibnu Abul Ja'd yang mengatakan, "Ketika kami berada di dalam rumah Ibnu Abbas sesudah kedua matanya mengalami kebutaan, maka datanglah seorang lelaki, lalu bertanya kepadanya, 'Hai Abdullah Ibnu Abbas, bagaimanakah menurutmu tentang seorang lelaki yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja?' Maka Ibnu Abbas menjawab, 'Balasannya ialah neraka Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya serta melaknatinya dan menyediakan baginya azab yang besar.' Lelaki itu bertanya lagi, 'Bagaimanakah menurutmu, bila si pembunuh itu bertobat dan beramal saleh serta menempuh jalan hidayah?' Ibnu Abbas menjawab, 'Semoga ibunya kehilangan dia (kata-kata cacian), mana mungkin tobatnya diterima dan dapat memperoleh hidayah? Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi kalian bersabda: Semoga ibunya kehilangan dia, yaitu pembunuh seorang mukmin dengan sengaja. Kelak di hari kiamat si terbunuh dengan leher yang berlumuran darah datang seraya membawa si pembunuh dengan tangan kanan atau tangan kirinya ke hadapan Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah. Si terbunuh memegang si pembunuh dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memegang kepala si pembunuh; si terbunuh berkata: Ya Tuhanku, tanyakanlah kepadanya, karena apakah dia membunuhku? Demi Tuhan yang jiwa Abdullah ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya sejak ayat ini diturunkan, tiada ayat lain yang me-mansukh-nya hingga Nabi kalian wafat, dan sesudah turunnya ayat ini tiada suatu bukti pun yang merevisinya'."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثْنَا شُعْبَةُ، سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ المُجَبَّر يُحَدِّثُ عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ رَجُلًا أَتَاهُ فَقَالَ: أَرَأَيْتَ رَجُلًا قَتَلَ رَجُلًا مُتَعَمِّدًا؟ فَقَالَ: {جَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا [وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا] } قَالَ: لَقَدْ نَزَلَتْ فِي آخِرِ مَا نَزَلْ، مَا نَسَخَهَا شَيْءٌ حَتَّى قَبَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَا نَزَلْ وَحَيٌّ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى؟ قَالَ: وَأَنَّى لَهُ بِالتَّوْبَةِ. وَقَدْ سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. يَقُولُ: "ثَكِلَتْهُ أُمُّهُ، رَجُلٌ قَتَلَ رَجُلًا مُتَعَمِّدًا، يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ آخِذًا قَاتِلَهُ بِيَمِينِهِ أَوْ بِيَسَارِهِ -وَآخِذًا رَأْسَهُ بِيَمِينِهِ أَوْ بِشَمَالِهِ-تَشْخَب أَوْدَاجُهُ دَمًا مِنْ قُبُلِ الْعَرْشِ يَقُولُ: يَا رَبُّ، سَلْ عَبْدَكَ فِيمَ قَتَلَنِي؟ ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pernah mendengar Yahya ibnul Mujiz menceritakan hadis berikut dari Salim, dari Ibnu Abul Ja'd, dari Ibnu Abbas, bahwa ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu bertanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang seorang lelaki yang membunuh lelaki lain (yang mukmin) dengan sengaja?" Ibnu Abbas menjawabnya dengan membacakan firman Allah Swt.: Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya. (An-Nisa: 93) Lelaki itu bertanya lagi, bahwa ayat ini merupakan ayat (hukum) yang paling akhir diturunkan, tiada suatu ayat pun yang me-mansukh-nya hingga Rasulullah Saw. wafat, dan memang tiada wahyu yang turun sesudah kepergian beliau Saw. Bagaimanakah pendapatmu jika ternyata si pembunuh itu bertobat, beriman, dan beramal saleh serta mendapatkan hidayah?" Ibnu Abbas menjawab, "Mana mungkin tobatnya diterima? Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda," yaitu: Semoga ibunya kehilangan dia, yaitu seorang lelaki yang membunuh lelaki lain dengan sengaja, kelak di hari kiamat si terbunuh akan membawa pembunuhnya dengan tangan kanan atau tangan kirinya —atau tangan kanan atau tangan kirinya memegang kepala si pembunuh— sedangkan dia sendiri dalam keadaan berlumuran darah pada lehernya. ia datang ke hadapan Arasy, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, tanyailah hamba-Mu ini, mengapa dia membunuhku."
Imam Nasai meriwayatkannya dari Qutaibah dan Ibnu Majah, dari Muhammad ibnus Sabbah, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ammar Az-Zahabi dan Yahya Al-Jabiri serta Sabit As-Samali, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ibnu Abbas. Lalu ia mengetengahkan hadis ini.
Hal ini diriwayatkan pula melalui berbagai jalur, dari Ibnu Abbas.
Di antara ulama Salaf yang berpendapat tidak ada tobat bagi si pembunuh dengan sengaja ialah Zaid ibnu Sabit, Abu Hurairah, Abdullah ibnu Umar, Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Ubaid ibnu Umair, Al-Hasan, Qatadah, dan Ad-Dahhak ibnu Muzahim. Demikianlah menurut apa yang dinukil oleh Ibnu Abu Hatim.
Banyak hadis yang menerangkan bab ini, antara lain ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya;
حَدَّثَنَا دَعْلَج بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعِيدٍ البُوشَنْجي وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ فَهْدٍ قَالَا حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ عُبَيْدَةَ، حَدَّثَنَا مُعْتمر بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيل، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَجِيءُ الْمَقْتُولُ مُتَعَلِّقًا بِقَاتِلِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، آخِذًا رَأْسَهُ بِيَدِهِ الْأُخْرَى فَيَقُولُ: يَا رَبُّ، سَلْ هذا فيم قتلني؟ " قال: "فيقول: قتلته لتكون الْعِزَّةُ لَكَ. فَيَقُولُ: فَإِنَّهَا لِي". قَالَ: "وَيَجِيءُ آخَرُ مُتَعَلِّقًا بِقَاتِلِهِ فَيَقُولُ: رَبِّ، سَلْ هَذَا فيم قتلني؟ " قال: "فيقول قتلته لتكون العزة لِفُلَانٍ". قَالَ: "فَإِنَّهَا لَيْسَتْ لَهُ بؤْ بِإِثْمِهِ". قَالَ: "فَيَهْوِي فِي النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا".
telah menceritakan kepada kami Da'laj ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim ibnu Sa'id Al-Busyanji. Telah menceritakan pula kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Fahd; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Al-A'masy, dari Abu Amr ibnu Syurahbil berikut sanadnya, dari Abdullah ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kelak di hari kiamat orang yang terbunuh datang dengan membawa pembunuhnya seraya memegang kepala si pembunuh dengan tangan yang lainnya, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, tanyailah orang ini, mengapa dia membunuhku?" Maka si pembunuh menjawab, "Aku membunuhnya untuk membela keagungan-Mu." Maka Allah berfirman, "Sesungguhnya keagungan itu adalah milik-Ku." Lalu didatangkan lagi orang lain yang menyeret pembunuhnya, kemudian ia berkata, "Wahai Tuhanku, tanyakanlah kepada orang ini, mengapa dia membunuhku." Si pembunuh menjawab, "Aku telah membunuhnya untuk membela keagungan si Fulan." Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya si Fulan tidak memiliki keagungan, maka pikullah dosanya." Lalu si pembunuh dicampakkan ke dalam neraka dan jatuh ke dalamnya selama tujuh puluh musim gugur (tahun).
Imam Nasai meriwayatkannya dari Ibrahim ibnul Mustamir Al-Aufi, dari Amr ibnu Asim, dari Mu'tamir ibnu Sulaiman dengan lafaz yang sama.
Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي عَوْنٍ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ قَالَ: سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَغْفِرَهُ إلا الرجل يموت كافرا، أو الرجل يقتل مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Abu Aun, dari Abu Idris yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Mu’awiyah r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Semua dosa masih mempunyai harapan untuk diampuni oleh Allah, kecuali seorang lelaki yang mati dalam keadaan kafir, atau seorang lelaki yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnul Musanna, dari Safwan ibnu Isa dengan lafaz yang sama.
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا سَمُّوَيْه، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ مُسْهِر، حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ دِهْقان، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي زَكَرِيَّا قَالَ: سَمِعْتُ أُمَّ الدَّرْدَاءِ تَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَغْفِرَهُ إِلَّا مَنْ مَاتَ مُشْرِكًا، أَوْ مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Simawaih, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la ibnu Mishar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Dihqan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Zakaria; ia pernah mendengar Ummu Darda mengatakan, "Aku pernah mendengar Abu Darda berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Semua dosa mudah-mudahan Allah mengampuninya kecuali orang yang mati dalam keadaan musyrik, atau orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja'."
Ditinjau dari sanad ini, hadis berpredikat garib jiddan, karena hadis yang terkenal dan dihafal adalah hadis Mu'awiyah tadi.
Kemudian Ibnu Mardawaih meriwayatkan melalui jalur Baqiyyah ibnul Walid, dari Nafi' ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Ibnu Jubair Al-Ansari, dari Daud Al-Husain, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"من قَتَلَ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ كَفَرَ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ".
 Barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, berarti ia telah kafir terhadap Allah Swt.
Hadis ini berpredikat munkar, di dalam sanadnya masih banyak hal yang diragukan.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا النَّضْرُ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ قَالَ: أَتَانِي أَبُو الْعَالِيَةِ أَنَا وَصَاحِبٌ لِي، فَقَالَ لَنَا: هَلُمَّا فَأَنْتُمَا أَشَبُّ شَيْئًا مِنِّي، وَأَوْعَى لِلْحَدِيثِ مِنِّي، فَانْطَلَقَ بِنَا إِلَى بِشْر بْنِ عَاصِمٍ -فَقَالَ لَهُ أَبُو الْعَالِيَةِ: حَدِّثْ هَؤُلَاءِ حَدِيثَكَ. فَقَالَ: حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مَالِكٍ اللَّيْثِيُّ قال: بعث النبي صلى الله عليه وسلم سَرِيَّةً، فَأَغَارَتْ عَلَى قَوْمٍ، فَشَدَّ مِنَ الْقَوْمِ رَجُلٌ، فَاتَّبَعَهُ رَجُلٌ مِنَ السَّرِيَّةِ شَاهِرًا سَيْفَهُ فَقَالَ الشَّادُّ مِنَ الْقَوْمِ: إِنِّي مُسْلِمٌ. فَلَمْ يَنْظُرْ فِيمَا قَالَ، فَضَرَبَهُ فَقَتَلَهُ، فَنَمَى الْحَدِيثُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَقَالَ فِيهِ قَوْلًا شَدِيدًا، فَبَلَغَ القاتلَ. فَبَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يخطب، إِذْ قَالَ القاتلُ: وَاللَّهِ مَا قَالَ الَّذِي قَالَ إِلَّا تَعَوُّذًا مِنَ الْقَتْلِ. قَالَ: فَأَعْرَضَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُ وَعَمَّنْ قَبِلَهُ مِنَ النَّاسِ، وَأَخَذَ فِي خُطْبَتِهِ، ثُمَّ قَالَ أَيْضًا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا قَالَ الَّذِي قَالَ إِلَّا تَعَوُّذًا مِنَ الْقَتْلِ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ وَعَمَّنْ قَبِلَهُ مِنَ النَّاسِ، وَأَخَذَ فِي خُطْبَتِهِ، ثُمَّ لَمْ يَصْبِرْ، فَقَالَ الثَّالِثَةَ: وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا قَالَ إِلَّا تعوذا من القتل فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُعْرف المساءةُ فِي وَجْهِهِ، فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ أَبَى عَلَى مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا" ثَلَاثًا.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Humaid, telah datang kepadanya Abul Aliyah yang saat itu sedang bersama seorang temannya. Maka Abul Aliyah berkata kepada kami berdua, "Kemarilah kamu berdua, kamu berdua lebih muda daripada aku dan lebih kuat hafalan hadisnya dibandingkan diriku." Lalu Abul Aliyah membawa kami kepada Bisyr ibnu Asim. Sesampainya di rumah Bisyr ibnu Asim, Abul Aliyah berkata kepadanya, "Ceritakanlah hadismu kepada kedua orang ini." Maka Bisyr ibnu Asim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Malik Al-Laisi hadis berikut:  Rasulullah Saw. mengirimkan suatu pasukan khusus untuk memerangi suatu kaum. Lalu ada seorang lelaki bergabung dengan kaum tersebut, yang segera diikuti oleh seorang lelaki dari kalangan pasukan Sariyyah seraya menghunus pedangnya. Lelaki dari kalangan kaum itu berkata, "Sesungguhnya aku adalah seorang muslim." Tetapi lelaki dari Sariyyah itu tidak mempedulikan kata-katanya, melainkan langsung memukulnya dengan pedang hingga ia terbunuh. Kemudian kejadian itu sampai kepada Rasulullah Saw. Maka beliau Saw. mengucapkan kata-kata yang berat terhadap peristiwa itu. Ketika si pembunuh sampai, yang saat itu Rasulullah Saw. sedang berkhotbah, maka si pembunuh itu berkata, "Demi Allah, tidak sekali-kali si terbunuh itu mengucapkan kata-kata pengakuannya, melainkan hanya ingin menyelamatkan dirinya dari pembunuhan." Rasulullah Saw. berpaling darinya, juga dari orang-orang yang ada di belakang lelaki itu, lalu beliau melanjutkan khotbahnya. Kemudian lelaki itu berkata lagi, "Wahai Rasulullah, tidak sekali-kali dia mengucapkan kata-katanya itu melainkan hanya untuk menyelamatkan diri dari pembunuhan." Rasulullah Saw. berpaling darinya, juga dari orang-orang yang datang bersamanya, lalu melangsungkan khotbahnya. Lelaki itu tidak sabar hingga ia berkata untuk yang ketiga kalinya, "Demi Allah wahai Rasulullah, tidak sekali-kali ia mengucapkan kata-katanya itu melainkan hanya ingin menyelamatkan dirinya dari pembunuhan." Maka kali ini Rasulullah Saw. menghadapkan wajahnya ke arah lelaki itu, sedangkan wajah beliau Saw. tergambar rasa penyesalan yang sangat. Lalu beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah menolak (tobat) orang yang membunuh seorang mukmin. Sabda ini diulangnya hingga tiga kali.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnul Mugirah.
Tetapi pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf ialah pendapat yang mengatakan bahwa seorang pembunuh masih mempunyai harapan untuk bertobat antara dia dan Allah Swt. Untuk itu, jika ia benar-benar tobat dan kembali ke jalan yang benar serta bersikap khusyuk, tawaduk, dan beramal saleh, maka Allah akan mengganti keburukannya dengan kebaikan. Memberikan ganti kepada si terbunuh dengan diambil perbuatan-perbuatan aniayanya, hingga Allah rida kepadanya dan mengampuni dosa-dosanya.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ ...... إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا}
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah. (Al-Furqan: 68) sampai dengan firman-Nya: kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh. (Al-Furqan: 70)
Hal ini merupakan hadis pula yang tidak boleh dimansukh, sedangkan mengenai interpretasi hal ini ditujukan kepada orang-orang musyrik, dan ayat surat An-Nisa diinterpretasikan kepada orang-orang mukmin merupakan hal yang bertentangan dengan makna lahiriah ayat, dan masih diperlukan adanya dalil yang menunjukkan kepada takwil tersebut (yang mengatakan bahwa pelaku berdosa besar, masuk neraka, dan tiada tobat baginya).
Firman Allah Swt.:
قُلْ يَا عِبادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ
Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah." (Az-Zumar: 53), hingga akhir ayat.
Makna ayat ini umum mencakup semua dosa, seperti kekufuran, kemusyrikan, keraguan, munafik, membunuh jiwa, dan perbuatan fasik serta lain-lainnya. Dengan kata lain, barang siapa yang bertobat dari hal-hal tersebut, niscaya Allah menerima tobatnya. Dalam ayat yang lain Allah Swt. telah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذلِكَ لِمَنْ يَشاءُ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48 dan 116)
Ayat ini umum pengertiannya mencakup semua jenis dosa selain dosa menyekutukan Allah. Ayat yang bermakna demikian disebutkan dalam surat An-Nisa, sesudah dan sebelum ayat ini (ayat 93), untuk memperkuat harapan.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah kisah di kalangan kaum Bani Israil di masa silam, yaitu seorang lelaki dari kalangan mereka sempat membunuh seratus orang. Lalu ia meminta kepada orang yang alim dari kalangan mereka, "Apakah masih ada tobat bagiku?" Orang alim itu menjawab, "Tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi antara kamu dan tobat." Selanjutnya orang alim itu menunjukkan kepadanya sebuah kampung yang penduduknya menyembah Allah Swt., dan menganjurkannya untuk pindah ke kampung tersebut. Maka si lelaki tersebut hijrah ke kampung yang dimaksud; tetapi di tengah jalan, maut merenggutnya. Pada akhirnya lelaki itu dibawa oleh malaikat rahmat, seperti yang sering kami sebut di tempat yang lain.
Apabila hal ini terjadi di kalangan kaum Bani Israil, maka lebih diterima lagi tobat yang dilakukan oleh umat ini, karena Allah Swt. telah meletakkan semua beban dan belenggu dari kami tidak seperti yang terjadi pada umat-umat terdahulu, dan Allah Swt. mengutus Nabi kita dengan membawa syariat yang cenderung kepada kebenar-an dan penuh dengan toleransi.
Adapun mengenai makna firman-Nya yang mengatakan: Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. (An-Nisa: 93), hingga akhir ayat. Maka sahabat Abu Hurairah dan sejumlah ulama Salaf mengatakan bahwa memang demikianlah balasannya, jika Allah hendak mengazabnya.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan asar ini berikut sanadnya secara marfu' melalui jalur Muhammad ibnu Jami' Al-Attar, dari Al-Ala ibnu Maimun Al-Anbari, dari Hajjaj Al-Aswad, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah secara marfu'. Akan tetapi, tidak sah bila makna ayat ini diartikan bahwa memang itulah balasannya jika dibalaskan kepadanya. Demikian pula halnya dalam semua ancaman atas suatu perbuatan dosa. Tetapi memang demikian keadaannya karena adanya penghalang berupa amal-amal saleh yang mencegah sampainya balasan tersebut kepada pelakunya, menurut kedua pendapat yang terdapat di dalam kitab Muwazanah dan kitab Al-Ihbat. Pendapat terakhir ini merupakan jalan keluar yang paling baik dalam menerangkan Bab "Wa'id" (ancaman).
Bilamana diinterpretasikan bahwa pelaku pembunuhan dimasukkan ke dalam neraka, maka menurut pendapat Ibnu Abbas dan para pendukungnya, pengertian ini diinterpretasikan "tidak ada tobat baginya". Atau kalau menurut pendapat jumhur ulama dengan interpretasi "dia tidak mempunyai amal saleh yang dapat menyelamatkan dirinya". Maka yang tersimpul dari semua pendapat menunjukkan bahwa si pembunuh tidak kekal di dalam neraka, melainkan istilah kekal di sini hanya menunjukkan pengertian masa tinggal yang sangat lama. Sebagai buktinya banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Saw. Yang menyatakan bahwa kelak akan dikeluarkan dari neraka orang-orang yang di dalam kalbunya terdapat iman yang beratnya lebih kecil daripada biji sawi (biji zarrah).
Adapun mengenai hadis Mu'awiyah yang mengatakan:
"كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أن يغفره إلا الرجل يموت كافرا، أو الرَّجُلُ يَقْتُلُ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا"
Semua dosa mudah-mudahan Allah mengampuninya, kecuali seorang lelaki yang mati dalam keadaan kafir, atau seorang lelaki yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.
Pengertian lafaz asa dalam ayat ini menunjukkan makna tarajji (harapan). Apabila pengertian tarajji pada kedua gambaran tersebut tidak ada, bukan berarti meniadakan terjadinya tarajji pada salah satu dari kedua gambaran itu. Yang dimaksud ialah membunuh, karena adanya banyak dalil, seperti yang telah kami kemukakan di atas.
Orang yang mati dalam keadaan kafir, menurut nas dinyatakan bahwa Allah sama sekali tidak memberikan ampunan baginya. Mengenai tuntutan si terbunuh terhadap si pembunuh kelak di hari kiamat, sesungguhnya hal ini termasuk hak-hak yang menyangkut anak Adam di antara sesama mereka. Hal ini jelas tidak dapat dihapus dengan tobat, melainkan sudah merupakan suatu keharusan urusannya dikembalikan kepada mereka yang bersangkutan. Dalam hal ini tidak ada bedanya antara orang yang terbunuh dan orang yang dicuri, orang yang digasab dan orang yang dituduh berbuat zina, dan semua hak yang menyangkut anak Adam. Karena sesungguhnya ijma' telah sepakat bahwa hak-hak anak Adam tidak dapat digugurkan oleh tobat, melainkan harus dikembalikan kepada mereka yang berhak untuk kebenaran tobatnya.
Jika pengembalian hak ini tidak dapat dilaksanakan di dunia, pasti di hari kiamat akan dituntut. Tetapi adanya tuntutan ini tidak memastikan adanya pembalasan, karena barangkali si pembunuh mempunyai banyak amal saleh yang keseluruhan atau sebagiannya dapat dibayarkan kepada si terbunuh. Kemudian dengan sisa amal saleh yang masih dimilikinya, akhirnya ia dapat masuk surga karenanya. Atau barangkali Allah memberikan kepada si terbunuh ganti rugi menurut apa yang dikehendaki-Nya dari kemurahan-Nya, yaitu berupa gedung-gedung di dalam surga berikut semua kenikmatan yang ada di dalamnya, dan derajatnya ditinggikan di dalamnya, serta lain sebagainya yang serupa.
Selanjutnya bagi pelaku pembunuhan secara sengaja terdapat ketentuan-ketentuan hukumnya di dunia dan ketentuan-ketentuan hukumnya di akhirat. Mengenai ketentuan hukumnya di dunia ialah ia diserahkan kepada para wali si terbunuh, sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوماً فَقَدْ جَعَلْنا لِوَلِيِّهِ سُلْطاناً
Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya. (Al Isra: 33), hingga akhir ayat.
Kemudian ahli waris si terbunuh disuruh memilih antara membunuh si pembunuh, atau memaafkan atau menerima diat berat yang terdiri atas tiga macam, yaitu tiga puluh ekor unta hiqqah, tiga puluh ekor unta jaz'ah, dan empat puluh ekor unta khilfah, seperti yang diterangkan di dalam kitab-kitab fiqih.
Para imam berbeda pendapat mengenai masalah memerdekakan seorang budak, berpuasa dua bulan berturut-turut ataukah memberi makan, menurut salah satu pendapat di antara dua pendapat, seperti ketentuan yang telah disebutkan dalam keterangan kifarat membunuh secara tersalah (tidak sengaja). Ada dua pendapat mengenainya.
Menurut pendapat Imam Syafii, semua muridnya, dan segolongan ulama, kifarat hukumnya wajib atas si pembunuh. Karena jika dalam kasus pembunuhan secara tidak disengaja ia diwajibkan membayar kifarat, maka terlebih lagi dalam kasus pembunuhan secara sengaja. Mereka mengkiaskan hal ini dengan masalah sumpah palsu, dan mengemukakan alasannya dengan menyebutkan masalah qada salat yang ditinggalkan secara sengaja; bahwa menurut kesepakatan mereka, wajib pula meng-qada salat yang ditinggalkan secara tidak sengaja.
Murid-murid Imam Ahmad dan lain-lainnya mengatakan bahwa pembunuhan secara disengaja terlalu berat dosanya bila dihapus dengan kifarat. Maka tiada kifarat dalam kasus pembunuhan disengaja. Hal yang sama dikatakan pula terhadap kasus sumpah palsu, dan tiada jalan untuk membedakan antara kedua masalah tersebut dan masalah meninggalkan salat dengan sengaja, karena sesungguhnya mereka mengatakan wajib meng-qada salat bila ditinggalkan dengan sengaja.
Orang-orang yang berpendapat wajib membayar kifarat dalam kasus pembunuhan secara sengaja berpegang kepada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا عَارِمُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي عَبْلَة، عَنِ الغَرِيف بْنِ عَيَّاشٍ، عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَفَرٌ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ فَقَالُوا: إِنَّ صَاحِبًا لَنَا قَدْ أَوْجَبَ. قَالَ: "فَلْيُعْتِقْ رَقَبَةً، يَفْدِي اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهَا عضوا منه من النار"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Amir ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Al-Garif ibnu Ayyasy, dari Wailah ibnul Asqa' yang menceritakan bahwa sego-ongan orang dari Bani Sulaim datang kepada Nabi Saw., lalu mereka bertanya, "Sesungguhnya seorang teman dari kalangan kami yang pasti masuk neraka karena pernah membunuh." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Maka hendaklah ia memerdekakan seorang budak yang akan ditebus oleh Allah setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu dari neraka.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ضَمْرَة بْنُ رَبِيعَةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي عَبْلَةَ عَنِ الغَريف الدَّيْلَمِيِّ قَالَ: أَتَيْنَا وَاثِلَةَ بْنَ الْأَسْقَعِ اللَّيْثِيَّ فَقُلْنَا: حَدِّثْنَا حَدِيثًا سمعتَه مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَاحِبٍ لَنَا قَدْ أَوْجَبَ، فَقَالَ: "أَعْتِقُوا عَنْهُ، يُعْتق اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ".
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Damrah ibnu Rabi'ah, dari Ibrahim ibnu Abu Ablah, dari Al-Garif Ad-Dailami yang menceritakan, "Kami datang kepada Wasilah ibnul Asqa', lalu kami berkata, 'Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang pernah engkau dengar dari Rasulullah Saw.'." Wasilah mengatakan, "Kami datang kepada Rasulullah Saw. sehubungan dengan seorang teman kami yang telah melakukan perbuatan dosa besar (membunuh) yang memastikannya masuk neraka. Maka Rasulullah Saw. bersabda: 'Merdekakanlah oleh kalian seorang budak untuknya, niscaya Allah akan menebus setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu dari neraka'.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai melalui hadis Ibrahim ibnu Abu Ablah dengan lafaz yang sama.
Menurut lafaz Imam Abu Daud, dari Al-Garif Ad-Dailami, disebutkan seperti berikut:
أَتَيْنَا وَاثِلَةَ بْنَ الْأَسْقَعِ فَقُلْنَا: حَدِّثْنَا حَدِيثًا لَيْسَ فِيهِ زِيَادَةٌ وَلَا نُقْصَانٌ. فَغَضِبَ فَقَالَ: إِنْ أَحَدَكُمْ لَيَقْرَأُ وَمُصْحَفُهُ مُعَلَّقٌ فِي بَيْتِهِ فَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ، قُلْنَا: إِنَّا أَرَدْنَا حَدِيثًا سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَاحِبٍ لَنَا قَدْ أَوْجَبَ -يَعْنِي النَّارَ-بِالْقَتْلِ، فَقَالَ: "أَعْتِقُوا عَنْهُ، يُعْتِقُ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنَ النَّارِ"
"Kami datang kepada Wasilah ibnul Asqa', lalu kami berkata kepadanya, "Ceritakanlah sebuah hadis yang tidak kamu tambah-tambahi dan tidak pula kamu kurangi kepada kami." Maka Wasilah marah dan mengatakan, "Rupanya seseorang dari kalian biasa membaca Al-Qur'an yang ia gantungkan di dalam rumahnya, lalu ia menambah-nambah dan mengurangi bacaannya." Kami berkata, "Sesungguhnya kami hanya bermaksud sebuah hadis yang engkau dengar secara langsung dari Rasulullah Saw. sendiri." Wasilah menjawab, "Kami pernah menghadap Rasulullah Saw. sehubungan dengan seorang teman kami yang wajib masuk neraka (karena telah membunuh seseorang). Maka Rasulullah Saw. bersabda: 'Merdekakanlah seorang budak oleh kalian untuknya, niscaya Allah akan menebus setiap anggota tubuhnya dengan setiap anggota tubuh budak itu dari neraka'.”
continue reading An-Nisa, ayat 92-93

Daftar Ayat Al-Qur'an