Selasa, 12 Mei 2015

Al-An'am, 80-83

وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ وَلَا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ (80) وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (81) الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ (82) وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ (83)
Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata, "Apakah kalian hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kalian persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kalian tidak dapat mengambil pelajaran (darinya)? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah), padahal kalian tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujah kepada kalian untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kalian mengetahui?" Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal kekasih-Nya—yaitu Nabi Ibrahim— ketika ia dibantah oleh kaumnya sehubungan dengan pendapat yang dikemukakannya, yaitu mengesakan Allah. Nabi Ibrahim menjawab mereka dengan jawaban yang setimpal, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ وَقَدْ هَدَانِ}
Apakah kalian hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku? (Al-An'am: 80)
Artinya, kalian membantahku sehubungan dengan Allah yang pada hakikatnya tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Dia, padahal Dia telah membuka mata hatiku dan memberikan petunjuk jalan yang benar kepadaku. Karena itu, aku sudah membuktikan akan kebenaran­Nya. Maka mana mungkin aku mau mengikuti perkataan kalian yang rusak dan menuruti pendapat kalian yang batil itu?
Firman Allah Swt.:
{وَلا أَخَافُ مَا تُشْرِكُونَ بِهِ إِلا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا}
Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kalian persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhan menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. (Al-An'am: 80)
Yakni di antara bukti yang menunjukkan kebatilan ucapan dan pendapat kalian ialah bahwa sembahan-sembahan yang kalian puja-puja itu tidak dapat menimpakan suatu mudarat pun dan tidak mempunyai pengaruh apa pun. Karena itu, aku tidak takut terhadapnya dan sama sekali tidak mempedulikannya. Jika memang berhala-berhala itu mempunyai tipu muslihat, maka lancarkanlah tipu muslihatnya kepadaku, janganlah kamu tangguh-tangguhkan lagi pelaksanaannya terhadapku, segerakanlah sekarang juga.
Firman Allah Swt.:
{إِلا أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا}
kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. (Al-An'am: 80)
Istisna munqati yakni tidak dapat menimpakan mudarat dan tidak dapat memberikan manfaat selain dari Allah Swt.
{وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا}
Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. (Al-An'am: 80)
Artinya, ilmu Allah meliputi segala sesuatu, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya.
{أَفَلا تَتَذَكَّرُونَ}
Maka apakah kalian tidak dapat mengambil pelajaran? (Al-An'am: 80)
Dari apa yang telah aku jelaskan kepada kalian. Apakah kalian tidak mengambil pelajaran bahwa sesungguhnya berhala-berhala itu batil, sehingga kalian kapok menyembahnya? Hujah ini semisal dengan hujah yang telah dikemukakan oleh Nabi Hud terhadap kaumnya, seperti yang diterangkan kisahnya oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ * إِنْ نَقُولُ إِلا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ * مِنْ دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لَا تُنْظِرُونِ * إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا }
Kaum 'Ad berkata, "Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Hud menjawab, "Sesung­guhnya aku bersaksi kepada Allah, dan saksikanlah oleh kalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan, dari selain-Nya. Sebab itu, jalankanlah tipu daya kalian semuanya terhadapku, dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya (rohnya). (Hud: 53-56), hingga akhir ayat.
*****
Adapun firman Allah Swt.:
{وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ}
Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah). (Al-An'am: 81)
Artinya, mana mungkin aku takut terhadap berhala-berhala yang kalian sembah selain dari Allah itu.
{وَلا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا}
padahal kalian tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujah kepada kalian untuk mempersekutukan-Nya. (Al-An'am: 81)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna sultan adalah hujah. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ}
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? (Asy-Syura: 21)
{إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنزلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ}
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah )nya. (An-Najm: 23)
Mengenai firman Allah Swt.:
{فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالأمْنِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ}
Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka) jika kalian mengetahui. (Al-An'am: 81)
Maksudnya, manakah di antara dua golongan itu yang paling benar, yakni apakah orang yang menyembah Tuhan Yang di tangan kekuasaan-Nya terletak mudarat dan manfaat, ataukah orang yang menyembah sesuatu yang tidak dapat menimpakan mudarat, tidak pula memberikan manfaat tanpa dalil? Dan manakah di antara keduanya yang lebih berhak mendapat keamanan dari azab Allah kelak di hari kiamat, tiada sekutu bagi Allah.
****
Firman Allah Swt:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ}
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk (Al-An'am: 82)
Yakni mereka adalah orang-orang yang memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan mereka tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Mereka adalah orang-orang yang mendapat keamanan pada hari kiamat, dan merekalah orang-orang yang mendapat hidayah di dunia dan akhirat.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Syu'bah, dari Sulaiman, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah sehubungan dengan firman berikut, bahwa ketika ayat berikut diturunkan: dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Maka berkatalah para sahabat Nabi Saw., "Siapakah di antara kita yang-tidak berbuat zalim terhadap dirinya sendiri?" Lalu turunlah firman Allah Swt.: Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13)
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَة، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} شَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ وَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ؟  قَالَ: "إِنَّهُ لَيْسَ الَّذِي تَعْنُونَ! أَلَمْ تَسْمَعُوا مَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ: {يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ} إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Maka hal ini terasa berat oleh mereka (para sahabat). Lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri?" Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya hal itu bukan seperti apa yang kalian maksudkan. Tidakkah kalian mendengar apa yang telah dikatakan oleh seorang hamba yang saleh (Luqman), "Hai anakku, janganlah kalian mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Luqman: 13). Sesungguhnya yang dimaksud dengan zalim hanyalah syirik (mempersekutukan Allah).
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَابْنُ إِدْرِيسَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} شَقَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالُوا: وَأَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَيْسَ كَمَا تَظُنُّونَ، إِنَّمَا قَالَ [لُقْمَانُ] لِابْنِهِ: {يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Ibnu Idris, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ketika diturunkannya firman-Nya: dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Hal tersebut terasa berat oleh sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Mereka berkata, "Siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri?" Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Tidak seperti yang kalian duga, melainkan seperti yang dikatakan kepada anaknya, yaitu: "Hai anakku, janganlah kalian mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman: 13)
Telah menceritakan pula kepada kami Umar ibnu Taglab An-Namiri, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, hal tersebut terasa berat oleh sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Maka turunlah ayat lainnya, yaitu: Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13)
Hadis riwayat Imam Bukhari.
Menurut lafaz yang lain,
أينا لم يظلم نفسه؟ فقال النبي صلّى الله عليه وسلم «ليس بالذي تَعْنُونَ، أَلَمْ تَسْمَعُوا مَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ»
para sahabat berkata, "Siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri?" Maka Nabi Saw. bersabda: Tidaklah seperti yang kalian maksudkan, tidakkah kalian pernah mendengar apa yang telah diucapkan oleh seorang hamba yang saleh (Luqman), yaitu: "Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. Sesungguhnya yang dimaksudkannya hanyalah kemusyrikan.
Menurut apa yang ada pada Ibnu Abu Hatim, dari Abdullah, secara marfu' disebutkan: dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Yang dimaksud dengan zalim adalah syirik (mempersekutukan Allah Swt.).
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang semisal dengan hadis di atas telah diriwayatkan melalui Abu Bakar As-Siddiq, Umar, Ubay ibnu Ka'b, Salman, Huzaifah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Amr ibnu Syurahbil, Abu Abdur Rahman As-Sulami, Mujahid, Ikrimah, An-Nakha'i, Ad-Dahhak, Qatadah,dan As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا الشَّافِعِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شَدَّاد المِسْمَعِيّ، حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قِيلَ لِي: أَنْتَ مِنْهُمْ"
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Asy-Syafi'i, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syaddad Al-Masma'i, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Sufyan As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ketika diturunkannya firman Allah Swt. ini: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman. (Al-An'am: 82) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Diwahyukan kepadaku bahwa engkau (yakni Abdullah ibnu Mas'ud) termasuk salah seorang dari mereka.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا أَبُو جَناب، عَنْ زَاذَانَ، عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَلَمَّا بَرَزْنَا مِنَ الْمَدِينَةِ، إِذَا رَاكِبٌ يُوضِعُ نَحْوَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَأَنَّ هَذَا الرَّاكِبَ إِيَّاكُمْ يُرِيدُ". فَانْتَهَى إِلَيْنَا الرَّجُلُ، فَسَلَّمَ فَرَدَدْنَا عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مِنْ أَيْنَ أَقْبَلْتَ؟ " قَالَ: مِنْ أَهْلِي وَوَلَدِي وَعَشِيرَتِي. قَالَ: "فَأَيْنَ تُرِيدُ؟ "، قَالَ: أريدُ رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "فَقَدْ أَصَبْتَهُ". قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَلِّمْنِي مَا الْإِيمَانُ؟ قَالَ: "تَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وَتَصُومُ رَمَضَانَ، وَتَحُجُّ الْبَيْتَ". قَالَ: قَدْ أَقْرَرْتُ. قَالَ: ثُمَّ إن بعيره دخلت يده في جحر جُرْذَان، فَهَوَى بِعِيرُهُ وَهَوَى الرَّجُلُ، فَوَقَعَ عَلَى هَامَتِهِ فَمَاتَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَلَيَّ بِالرَّجُلِ". فَوَثَبَ إِلَيْهِ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ وَحُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ فَأَقْعَدَاهُ، فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قُبِضَ الرَّجُلُ! قَالَ: فَأَعْرَضَ عَنْهُمَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثم قَالَ لَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَا رَأَيْتُمَا إِعْرَاضِي عَنِ الرَّجُلِ، فَإِنِّي رَأَيْتُ مَلَكَيْنِ يَدُسَّانِ فِي فِيهِ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ، فَعَلِمْتُ أَنَّهُ مَاتَ جَائِعًا"، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "هَذَا مِنَ الَّذِينَ قَالَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} ثُمَّ قَالَ: "دُونَكُمْ أَخَاكُمْ". قَالَ: فَاحْتَمَلْنَاهُ إِلَى الْمَاءِ فَغَسَّلْنَاهُ وَحَنَّطْنَاهُ وَكَفَّنَّاهُ، وَحَمَلْنَاهُ إِلَى الْقَبْرِ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى جَلَسَ عَلَى شَفِير الْقَبْرِ فَقَالَ: "الْحِدُوا وَلَا تَشُقُّوا، فَإِنَّ اللَّحْدَ لَنَا وَالشَّقُّ لِغَيْرِنَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Abu Janab, dari Zazan, dari Jarir ibnu Abdullah yang menceritakan, "Kami (para sahabat) berangkat bersama Rasulullah Saw. Ketika kami keluar dari perbatasan kota Madinah, tiba-tiba ada seorang pengendara menuju ke arah kami, maka Rasulullah Saw. bersabda, 'Seakan-akan pengendara ini bermaksud menemui kalian.’ Lalu orang tersebut sampai kepada kami dan mengucapkan salam penghormatan kepada kami, dan kami membalas salamnya. Nabi Saw. bertanya kepadanya, 'Dari manakah engkau?' Lelaki itu menjawab, 'Dari tempat keluarga, anak-anak, dan handai tolanku.' Nabi Saw. bertanya. 'Hendak ke mana?' Ia menjawab, 'Aku bermaksud menemui Rasulullah Saw’. Nabi Saw. menjawab, 'Sekarang ia ada di hadapanmu.' Ia bertanya, 'Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku apakah iman itu?' Rasulullah Saw. bersabda: Hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, engkau dirikan salat, engkau tunaikan zakat, engkau puasa dalam bulan Ramadan, dan engkau berhaji ke Baitullah. Lelaki itu menjawab, 'Aku berikrar (untuk mengamalkannya).' Kemudian unta kendaraan lelaki itu terperosok ke dalam liang tikus padang pasir, maka untanya terjatuh, dan ia pun terjatuh pula dengan posisi kepala di bawah, hingga mengakibatkan ia mati. Rasulullah Saw. bersabda, 'Kemarikanlah lelaki itu!' Maka Ammar ibnu Yasir dan Huzaifah ibnul Yaman melompat ke arahnya memberikan pertolongan, lalu mendudukkannya. Keduanya berkata, 'Wahai Rasulullah, lelaki ini telah meninggal dunia.' Rasulullah Saw. berpaling dari keduanya, lalu bersabda: Tidakkah kalian berdua melihat mengapa aku berpaling dari lelaki ini? Sesungguhnya aku melihat dua malaikat sedang menyuapkan buah surga ke dalam mulutnya, maka aku mengetahui bahwa lelaki ini meninggal dunia karena kelaparan. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula; Lelaki ini termasuk orang-orang yang perihalnya disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya, 'Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik).’ (Al-An'am: 82) Lalu Rasulullah Saw. bersabda, 'Urusilah jenazah saudara kalian ini!' Lalu kami membawanya ke tempat air dan memandikannya, memberinya wewangian, mengafaninya, dan kami usung ke kuburnya." Rasulullah Saw. datang, lalu duduk di pinggir kuburnya dan bersabda: Buatlah liang lahad, dan janganlah kalian membelahnya, karena sesungguhnya liang lahad adalah bagi kita, sedangkan belahan hanya bagi selain kita.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya dari Aswad ibnu Amir, dari Abdul Humaid ibnu Ja'far Al-Farra, dari Sabit, dari Zazan, dari Jarir ibnu Abdullah, kemudian disebutkan hal yang semisal. Sehubungan dengan hadis ini Imam Ahmad pun memberikan komentarnya, "Orang ini termasuk di antara orang-orang yang sedikit beramal, tetapi berpahala banyak."
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا مِهْران بن أبي عمر، حَدَّثَنَا عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْر، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسِيرٍ سَارَهُ، إِذْ عَرَضَ لَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَالذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، لَقَدْ خَرَجْتُ مِنْ بِلَادِي وَتِلَادِي وَمَالِي لِأَهْتَدِيَ بِهُدَاكَ، وَآخُذَ مِنْ قَوْلِكَ، وَمَا بَلَغْتُكَ حَتَّى مَا لِي طَعَامٌ إِلَّا مِنْ خَضِر الْأَرْضِ، فاعْرِضْ عَلَيّ. فَعَرَضَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَبِلَ فَازْدَحَمْنَا حَوْلَهُ، فَدَخَلَ خُفُّ بَكْره فِي بَيْتِ جُرْذَان، فَتَرَدَّى الْأَعْرَابِيُّ، فَانْكَسَرَتْ عُنُقُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَدَقَ وَالَّذِي بَعَثَنِي بِالْحَقِّ، لَقَدْ خَرَجَ مِنْ بِلَادِهِ وَتِلَادِهِ وَمَالِهِ لِيَهْتَدِيَ بِهُدَايَ وَيَأْخُذَ مِنْ قَوْلِي، وَمَا بَلَغَنِي حَتَّى مَا لَهُ طَعَامٌ إِلَّا مِنْ خَضِرِ الْأَرْضِ، أَسَمِعْتُمْ بِالَّذِي عَمِلَ قَلِيلًا وَأُجِرَ كَثِيرًا هَذَا مِنْهُمْ! أَسَمِعْتُمْ بِالَّذِينِ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ؟ فَإِنَّ هَذَا مِنْهُمْ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Mahran ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, dari ayahnya, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa kami bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, tiba-tiba di tengah jalan ada seorang lelaki Badui yang menghalang-halanginya, lalu lelaki Badui itu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan benar, sesungguhnya aku tinggalkan tempat kelahiranku dan semua harta bendaku dengan tujuan mengikuti petunjukmu dan mengambil ucapanmu. Dan tidak sekali-kali aku dapat sampai kepadamu melainkan setelah semua perbekalanku habis dan makananku hanyalah dedaunan, maka aku mohon sudilah engkau menerimaku." Lalu Rasulullah Saw. menuju ke arahnya dan menerimanya. Kami (para sahabat) berdesak-desakan di sekitar lelaki Badui itu, dan ternyata kaki depan unta kendaraannya terperosok ke dalam liang tikus padang pasir, sehingga lelaki itu terjatuh dan lehernya patah (meninggal dunia). Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan benar, dia benar berangkat (meninggalkan) negeri kelahirannya dan semua harta bendanya untuk mengikuti petunjukku dan mengambil dari ucapanku, serta tidak sekali-kali dia sampai kepadaku melainkan setelah makanan perbekalannya habis, kecuali hanya makan dari dedaunan pepohonan. Tidakkah kalian dengar perihal orang yang sedikit beramal tetapi diberi pahala banyak? Dia termasuk salah seorang dari mereka. Tidakkah kalian dengar perihal orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka' dengan kezaliman? Mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Sesungguhnya orang ini termasuk salah seorang dari mereka. Menurut lafaz lain disebutkan: Orang ini sedikit beramal tetapi diberi pahala banyak.
وَرَوَى ابْنُ مَرْدُوَيه مِنْ حديث محمد ابن مُعَلَّى -وَكَانَ نَزَلَ الرَّيَّ -حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ خَيْثَمَةَ عَنْ أَبِي دَاوُدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مِنْ أُعْطِيَ فَشَكَرَ وَمُنِعَ فَصَبَرَ وَظَلَمَ فَاسْتَغْفَرَ وَظُلِمَ فَغَفَرَ" وَسَكَتَ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَهُ؟ قَالَ ": {أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ}
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis Muhammad ibnu Ya'la Al-Kufi yang bertempat tinggal di Ar-Ray, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Khaisamah, dari Abu Daud, dari Abdullah ibnu Sakhbarah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang diberi, lalu bersyukur; dan (barang siapa yang) dicegah (tidak diberi), lalu bersabar; dan (barang siapa yang) berbuat aniaya, lalu meminta ampun; dan (barang siapa yang) dianiaya, lalu memaafkan.... Rasulullah Saw. diam sejenak. Maka mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa dia (bagaimana kelanjutannya)?" Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-An'am: 82)
****
Firman Allah Swt.:
{وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ}
Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya (Al-An'am: 83)
Artinya, Kami arahkan dan Kami ajarkan kepadanya cara mendebat mereka. Menurut Mujahid dan lain-lainnya, hal yang dimaksud ialah seperti yang tertera di dalam firman-Nya:
{وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا فَأَيُّ الْفَرِيقَيْنِ أَحَقُّ بِالأمْنِ }
Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kalian per­sekutukan (dengan Allah), padahal kalian tidak takut memper­sekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sen­diri tidak menurunkan hujah kepada kalian untuk memper­sekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang berhak mendapat keamanan? (Al-An'am: 81), hingga akhir ayat.
Dan Allah telah membenarkannya serta menceritakan baginya akan mendapat keamanan dan hidayah melalui firman-Nya:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ}
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-An'am: 82)
Setelah kesemuanya itu Allah Swt. berfirman:
{وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ}
Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. (Al-An'am: 83)
Lafaz darajatin man dapat dibaca dengan susunan idafah, dapat pula dibaca tanpa susunan idafah, seperti halnya yang ada pada surat Yusuf; kedua bacaan tersebut mempunyai makna yang hampir sama (berdekatan).
****
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 83)
Yakni Mahabijaksana dalam semua ucapan dan perbuatan-Nya, lagi Maha Mengetahui terhadap siapa yang akan diberi-Nya hidayah dan siapa yang akan disesatkan-Nya, sekalipun telah terbukti baginya semua hujah dan bukti-bukti. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. Dalam ayat lain:
{إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ * وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ}
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ}
Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 83) .
continue reading Al-An'am, 80-83

Al-An'am, ayat 74-79

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (74) وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ (75) فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ (76) فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (77) فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ (78) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (79)
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan- tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) berkata, "Inilah Tuhanku.” Tetapi tatkala bintang itu lenyap, dia berkata, "Saya tidak suka kepada yang lenyap.” Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, "Sesungguhnnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat." Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar." Maka tat­kala matahari itu telah terbenam, dia berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya nama ayah Nabi Ibrahim bukan Azar, melainkan yang sebenarnya adalah Tarikh (Terakh). Demikianlah riwayat Imam Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr ibnu Abu Asim An-Nabil, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Asim Syabib, telah menceritakan kepada kami Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar. (Al-An'am: 74)
Yakni Azar si penyembah berhala. Ayah Nabi Ibrahim yang sebenarnya adalah Tarikh, dan nama ibunya adalah Syani; istri Nabi Ibrahim ialah Sarah, dan ibunya Nabi Ismail yaitu Hajar, budak Nabi Ibrahim. Demikianlah menurut apa yang telah dikatakan oleh bukan hanya seorang dari ulama nasab, bahwa ayah Nabi Ibrahim bernama Tarikh (sedangkan Azar adalah pamannya, pent).
Mujahid dan As-Saddi mengatakan bahwa Azar adalah nama berhala. Berdasarkan pendapat ini dia dikenal dengan nama Azar, karena dialah yang menjadi pelayan dan yang mengurus berhala itu, wallahu a'lam.
Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya berpendapat bahwa Azar menurut bahasa mereka artinya kata cacian dan keaiban, maknanya ialah menyimpang (sesat). Akan tetapi, pendapat ini tidak disandarkan kepada seorang perawi pun oleh Ibnu Jarir, tidak pernah pula diriwayatkan oleh seorang pun.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah disebutkan dari Mu'tamir ibnu Sulaiman bahwa ia pernah mendengar ayahnya membacakan firman: Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada Azar bapaknya. (Al-An'am: 74) Lalu ia mengatakan bahwa telah sampai kepadanya suatu riwayat yang mengatakan bahwa Azar artinya bengkok (menyimpang), dan kata-kata ini merupakan kata-kata yang paling keras yang pernah diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa nama ayah Nabi Ibrahim adalah Azar. Lalu Ibnu Jarir mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan penilaiannya itu, yaitu pendapat ulama ahli nasab yang mengatakan bahwa nama ayah Nabi Ibrahim adalah Tarikh. Selanjutnya ia mengulasnya bahwa barangkali ayah Nabi Ibrahim mempunyai dua nama seperti yang banyak dimiliki oleh orang lain, atau barangkali salah satunya merupakan nama julukan, sedangkan yang lain adalah nama aslinya. Pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir ini cukup baik lagi kuat.
Para ahli qiraah berbeda pendapat sehubungan dengan takwil dari firman-Nya: Allah Swt.:
{وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ آزَرَ}
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar. (Al-An'am: 74)
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri dan Abu Yazid Al-Madini, bahwa keduanya membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
{وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً}
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?” (Al-An'am: 74)
Yang artinya, "Hai Azar, pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?"
Jumhur ulama membaca fathah lafaz azara dengan anggapan sebagai 'alam 'ajam (nama asing) tidak menerima harakat tanwin. Kedudukan i'rab-nya adalah badal (kata ganti) dari lafaz abihi, atau ataf bayan yang lebih dekat kepada kebenaran. Menurut pendapat orang yang menjadikannya sebagai na'at. lafaz azar ini tidak menerima tanwin pula karena wazan-nya sama dengan lafaz ahmar dan aswad.
Adapun menurut pendapat orang yang menduga bahwa lafaz azara dinasabkan karena menjadi ma'mul dari firman-Nya:
{أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا}
Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? (Al-An'am: 74)
Yang berarti, "Hai ayahku, pantaskah kamu menjadikan Azar sebagai berhala-berhala yang disembah-sembah?" Maka pendapat ini jauh dari kebenaran menurut penilaian lugah (bahasa), karena lafaz yang jatuh sesudah huruf istifham tidak dapat beramal terhadap lafaz sebelumnya, mengingat huruf istifham mempunyai kedudukan pada permulaan kalimat. Demikianlah menurut ketetapan Ibnu Jarir dan lain-lainnya, dan pendapat inilah yang terkenal pada kaidah bahasa Arab.
Kesimpulannya, Nabi Ibrahim menasihati ayahnya yang menyembah berhala dan melarangnya serta memperingatkannya agar meninggalkan berhala-berhala itu, tetapi si ayah tidak mau menghentikan perbuatannya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً}
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?" (Al-An'am: 74)
Artinya, apakah kamu menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan yang kamu sembah selain Allah?
{إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ}
Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu. (Al-An'am: 74)
Yakni orang-orang yang mengikuti jejak langkahmu.
{فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
dalam kesesatan yang nyata. (Al-An'am: 74)
Maksudnya sesat jalan, tidak mengetahui petunjuk jalan yang ditem­puhnya, bahkan dalam keadaan kebingungan dan kebodohan. Dengan kata lain, kalian berada dalam keadaan bodoh dan dalam kesesatan yang nyata bagi penilaian orang yang mempunyai akal sehat. Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا * إِذْ قَالَ لأبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا * يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا * يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا * يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا * قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لأرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا * قَالَ سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا * وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَى أَلا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا}
Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan.” Berkata bapaknya, "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” Berkata Ibrahim, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain dari Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku " (Maryam: 41-48)
Maka tersebutlah bahwa sejak itu Nabi Ibrahim a.s. selalu berdoa kepada Tuhannya, memohonkan ampun buat bapaknya. Ketika bapaknya meninggal dunia dalam keadaan tetap musyrik, dan hal itu sudah jelas bagi Nabi Ibrahim, maka Nabi Ibrahim mencabut kembali permohonan ampun buat ayahnya dan berlepas diri dari perbuatan ayahnya, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain:
{وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (At-Taubah: 114)
Di dalam kitab Sahih telah disebutkan bahwa pada hari kiamat nanti Nabi Ibrahim melemparkan Azar ayahnya (ke dalam neraka). Maka Azar berkata kepadanya, "Wahai anakku, hari ini aku tidak mendurhakaimu." Ibrahim a.s. berkata, "Wahai Tuhanku, bukankah Engkau telah menjanjikan kepadaku bahwa Engkau tidak akan membuatku sedih pada hari mereka dibangkitkan? Maka tiada suatu kehinaan pun yang lebih berat daripada mempunyai seorang ayah yang terusir (dari rahmat-Mu)." Maka dijawab, "Hai Ibrahim, lihatlah ke arah belakangmu!" Maka tiba-tiba Ibrahim melihat suatu sembelihan yang berlumuran darah, kemudian sembelihan itu diambil pada bagian kaki-kakinya, lalu dilemparkan ke dalam neraka.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi. (Al-An'am: 75)
Artinya, Kami jelaskan kepadanya segi penyimpulan dalil yang menunjukkan kepada keesaan Allah Swt. melalui pandangannya terhadap kerajaan dan makhluk-Nya, yakni Yang menciptakan keduanya. Dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, serta tidak ada Rabb selain Dia. Seperti yang dijelaskan dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Katakanlah: Perhatikanlah apa yang terdapat di langit dan di bumi. (Yunus: 101)
{أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi? (Al-A'raf: 185)
{أَفَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنْ نَشَأْ نَخْسِفْ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ نُسْقِطْ عَلَيْهِمْ كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ}
Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? Jika Kami menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi, atau Kami jatuhkan kepada mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya). (Saba': 9)
Adapun mengenai apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lainnya, dari Mujahid, Ata, Sa'id ibnu Jubair, dan As-Saddi serta lain-lainnya, menurut versi Mujahid disebutkan bahwa dibukakan bagi Nabi Ibrahim semua pintu langit, maka Nabi Ibrahim dapat melihat semua yang ada padanya sehingga penglihatannya sampai ke 'Arasy. Dibukakan pula baginya semua pintu bumi yang tujuh lapis, sehingga ia dapat melihat semua yang ada di dalamnya.
Menurut riwayat lainnya disebutkan bahwa lalu Nabi Ibrahim melihat banyak hamba Allah yang berbuat durhaka, maka ia mendoakan untuk kebinasaan mereka. Allah berfirman kepadanya, "Sesungguhnya Aku lebih belas kasihan kepada hamba-hamba-Ku daripada kamu, barangkali mereka mau bertobat dan kembali kepada (jalan)-Ku."
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan dua buah hadis marfu’ yang satu dari Mu'az, dan yang lainnya dari Ali, tetapi sanad keduanya tidak sahih.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur Al Aufi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. (Al-An'am: 75) Allah Swt. membukakan semua perkara bagi Nabi Ibrahim, baik yang rahasia maupun yang terang-terangan, sehingga tidak ada sesuatu pun yang samar baginya dari amal perbuatan makhluk. Ketika Nabi Ibrahim melaknat orang-orang yang melakukan perbuatan dosa, maka Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukan hal ini." Lalu Allah Swt. mengembalikan segala sesuatu seperti keadaannya semula.
Hal ini mengandung interpretasi bahwa dibukakan semua hijab dari pandangan Nabi Ibrahim, sehingga ia dapat menyaksikan hal tersebut secara terang-terangan.
Dapat pula diinterpretasikan bahwa yang dibukakan oleh Allah darinya adalah pandangan hatinya, sehingga ia menyaksikan semuanya itu melalui pandangan hatinya. Kenyataan hal seperti ini dan pengetahu­an serta ilmu mengenainya termasuk hikmah-hikmah yang cemerlang dan dalil-dalil yang pasti.
Perihalnya sama dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Turmuzi di dalam kitab Sahih-nya dari Mu'az ibnu Jabal mengenai hadis mimpi, yaitu:
"أَتَانِي رَبِّي فِي أَحْسَنِ صُورَةٍ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، فِيمَ يَخْتَصِمُ الْمَلَأُ الْأَعْلَى؟ فَقُلْتُ: لَا أَدْرِي يَا رَبِّ، فَوَضَعَ كَفَّهُ بَيْنَ كَتِفِي، حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ أَنَامِلِهِ بَيْنَ ثَدْيِي، فَتَجَلَّى لِي كُلُّ شَيْءٍ وَعَرَفْتُ ... " وَذَكَرَ الْحَدِيثَ
 Tuhanku datang kepadaku dalam rupa yang paling indah, lalu berfirman, "Hai Muhammad, mengapa para malaikat di langit yang tertinggi bersengketa?” Aku menjawab, "Saya tidak tahu, wahai Tuhanku.” Lalu Allah meletakkan tangan (kekuasaan)-Nya di antara kedua tulang belikatku sehingga aku merasakan kesejukan sentuhan jari jemari (kekuasaan)-Nya menembus sampai ke dua bagian dari dadaku. Maka tampaklah bagiku segala sesuatunya, dan aku dapat mengetahui semuanya itu. (hingga akhir hadis).
****
Firman Allah Swt.:
{وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ}
dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. (Al-An'am: 75)
Menurut suatu pendapat, huruf wawu-nya adalah zaidah. Dengan demikian berarti, "Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin." Perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:
{ وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ}
Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur’an, (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula) jalan-jalan orang-orang yang berdosa. (Al-An'am: 55)
Menurut pendapat yang lain, huruf wawu ini sesuai dengan fungsinya, yakni Kami perlihatkan pula kepadanya hal tersebut agar dia menjadi orang yang mengetahui dan yakin.
*****
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ}
Ketika malam telah menjadi gelap. (Al-An'am: 76)
Artinya, kegelapan telah meliputi dan menutupinya.
{رَأَى كَوْكَبًا}
dia melihat sebuah bintang. (Al-An'am: 76)
Yakni bintang-bintang di langit.
{قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ}
lalu dia berkata, "Inilah Tuhanku.” Tetapi tatkala bintang itu tenggelam. (Al-An'am: 76)
Yaitu terbenam dan tidak kelihatan lagi.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa al-uful artinya pergi. Ibnu Jarir mengatakan bahwa disebutkan afalan najmu ya-fulu waya-filu artinya tenggelam, bentuk masdar-nya adalah ufulan dan ufulan, sama dengan apa yang disebutkan oleh Zur Rumah dalam salah satu bait syairnya, yaitu:
مَصَابِيحُ لَيْسَتْ بِاللَّوَاتِي تَقُودُها نُجُومٌ، وَلَا بِالْآفِلَاتِ الدَّوَالِكِ
Bagaikan pelita-pelita yang gemerlapan, tetapi bukan bintang-bintang yang beredar. Bagaikan bintang-bintang di langit, tetapi bukan seperti bintang-bintang yang lenyap tenggelam.
Bila dikatakan, "Ke manakah kamu selama ini menghilang dari kami?" Artinya, "Ke mana saja kamu absen dari kami?"
*****
{قَالَ لَا أُحِبُّ الآفِلِينَ}
dia berkata, "Saya tidak suka kepada yang tenggelam.” (Al-An'am: 76)
Menurut Qatadah, Nabi Ibrahim mengetahui bahwa Tuhannya adalah kekal, tidak akan tenggelam ataupun lenyap.
{فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا}
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit. (Al-An'am: 77)
Yakni muncul dan kelihatan.
قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي}
dia berkata, "Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku." (Al-An'am: 77-78)
Artinya, sesuatu yang bersinar terang dan terbit ini adalah Tuhanku.
{هَذَا أَكْبَرُ}
ini yang lebih besar. (Al-An'am: 78)
Yakni lebih besar bentuknya daripada bintang-bintang dan rembulan, dan sinarnya jauh lebih terang.
{فَلَمَّا أَفَلَتْ}
maka tatkala matahari itu telah terbenam. (Al-An'am: 78)
Maksudnya tenggelam di ufuk barat.
{قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ * إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ}
dia berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku (Al-An'am: 78-79)
Yakni aku murnikan agamaku dan aku mengkhususkan dalam ibadahku hanya:
{لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ}
kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. (Al-An'am: 79)
Yaitu Yang menciptakan dan mengadakan keduanya tanpa contoh terlebih dahulu.
{حَنِيفًا}
dengan cenderung kepada agama yang benar. (Al-An'am: 79)
Maksudnya, dalam keadaan menyimpang dari kemusyrikan untuk menuju kepada ketauhidan. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Al-An'am: 79)
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan keadaan atau fase yang dialami oleh Nabi Ibrahim, apakah keadaan Nabi Ibrahim saat itu dalam rangka renungannya ataukah dalam rangka perdebatannya. Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas yang kesimpulannya menunjukkan bahwa saat itu kedudukan Nabi Ibrahim sedang dalam renungannya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir dengan berdalilkan firman Allah Swt. yang mengatakan:
لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي
Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk. (Al-An'am: 77), hingga akhir ayat.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nabi Ibrahim a.s. mengalami keadaan demikian setelah dia keluar dari gua tempat persembunyiannya, di tempat itu pula ibunya melahirkannya karena takut kepada ancaman Raja Namruz ibnu Kan'an. Raja Namruz mendapat berita (dari tukang ramalnya) bahwa kelak akan lahir seorang bayi yang akan mengakibat­kan kehancuran bagi kerajaannya. Maka Raja Namruz memerintahkan kepada segenap hulubalangnya untuk membunuh semua anak laki-laki yang lahir di tahun itu.
Ketika ibu Nabi Ibrahim mengandungnya dan telah dekat masa kelahirannya, maka ibu Nabi Ibrahim pergi ke gua yang terletak tidak jauh dari kota tempat tinggalnya. Ia melahirkan Nabi Ibrahim di gua tersebut dan meninggalkan Nabi Ibrahim yang masih bayi di tempat itu. Kemudian Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan riwayatnya hingga selesai, yang di dalamnya banyak diceritakan hal-hal yang aneh dan bertentangan dengan hukum alam. Hal yang sama telah diutarakan pula oleh selainnya dari kalangan ulama tafsir, baik yang Salaf maupun yang Khalaf.
Tetapi yang benar adalah, Nabi Ibrahim a.s. sehubungan dengan hal ini dalam kedudukan mendebat kaumnya seraya menjelaskan kepada mereka kebatilan dari apa yang selama ini mereka lakukan, yaitu menyembah berhala dan bangunan-bangunan. Pada fase pertama Nabi Ibrahim mendebat ayahnya seraya menjelaskan kekeliruan mereka yang menyembah berhala-berhala di bumi ini yang dibentuk dalam rupa Malaikat Samawi. Mereka menyembah berhala-berhala tersebut dengan anggapan bahwa berhala-berhala itu adalah perantara mereka untuk sampai kepada Pencipta Yang Mahabesar, yang menurut pandangan mereka tidak layak untuk disembah. Dan sesungguhnya mereka memakai perantara kepada-Nya melalui penyembahan kepada malaikat-malaikat-Nya hanyalah agar mereka (sembahan-sembahan itu) memintakan rezeki kepada-Nya, kemenangan, dan hal-hal lainnya yang mereka perlukan. Kemudian dalam kedudukan ini Nabi Ibrahim menjelaskan kekeliruan dan kesesatan mereka dalam menyembah bintang-bintang yang beredar yang semuanya ada tujuh, yaitu bulan, mercury, venus, matahari, mars, yupiter,dan saturnus. Di antara kesemuanya itu yang memiliki cahaya yang paling kuat dan paling utama ialah matahari, lalu bulan dan venus.
Pada tahap permulaan Nabi Ibrahim a.s. menjelaskan bahwa bintang venus ini tidak layak dianggap sebagai tuhan, karena ia telah ditundukkan dan ditakdirkan untuk beredar pada garis edar tertentu tanpa dapat menyimpang darinya, baik ke sisi kanan ataupun ke sisi kirinya. Ia tidak mempunyai kekuasaan apa pun bagi dirinya, melainkan hanya merupakan suatu benda yang diciptakan oleh Allah mempunyai cahaya, karena mengandung banyak hikmah yang besar dalam penciptaannya seperti itu. Bintang venus terbit dari arah timur, kemudian beredar menuju arah barat, hingga tidak kelihatan lagi oleh mata. Kemudian pada malam berikutnya ia tampak lagi dengan menjalani keadaan yang sama, hal seperti ini tidak layak untuk dijadikan sembahan.
Kemudian Nabi Ibrahim mengalihkan perhatiannya kepada bulan, ternyata ia mendapatinya mempunyai karakter yang sama dengan bintang yang sebelumnya. Lalu ia mengalihkan, perhatiannya kepada matahari, ternyata ia pun menjumpai hal yang sama dengan yang sebelumnya.
Ketika tampak jelas baginya bahwa semua benda tersebut tidak layak dianggap sebagai tuhan, dan bahwa keadaannya hanyalah semata-mata cahaya yang terlihat oleh pandangan mata, serta ia dapat membuktikan hal tersebut melalui penyimpulan yang pasti, maka berkatalah Ibrahim, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ}
Dia berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan.” (Al-An'am: 78)
Artinya, aku berlepas diri dari penyembahan terhadap bintang-bintang itu dan berlepas diri dari menjadikan bintang-bintang itu sebagai pelindung. Jika semuanya itu kalian anggap sebagai tuhan, maka jalankanlah tipu daya kalian semua terhadapku melalui bintang-bintang itu, dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku.
{إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Al-An'am:79)
Dengan kata lain, sesungguhnya aku hanya menyembah Pencipta semua benda-benda itu, yang mengadakannya, yang menundukkannya, yang menjalankannya, dan yang mengaturnya. Di tangan kekuasaan-Nyalah kerajaan segala sesuatu, Dialah Yang menciptakan segala sesuatu, Dia­lah Tuhan, Pemilik dan Penguasa kesemuanya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang; (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)
Maka pantaskah bila dikatakan bahwa dalam kedudukan ini Nabi Ibrahim sebagai orang yang mempertanyakan hal tersebut, padahal dia adalah seorang nabi yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ * إِذْ قَالَ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ}
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)wya. (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beribadat kepadanya?” (Al-Anbiya: 51 -52), hingga beberapa ayat berikutnya.
Allah Swt. telah berfirman pula mengenai diri Nabi Ibrahim:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ * شَاكِرًا لأنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ * وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ * ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang hanif.” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An-Nahl: 120-123)
{قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Katakanlah, "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik " (Al-An'am: 161)
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw., bahwa beliau pernah bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Iyad ibnu Hammad, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"قَالَ اللَّهُ: إِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ"
Allah Swt. telah berfirman, "Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada agama yang benar)."
Allah Swt. telah berfirman:
{فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ}
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar-Rum: 30)
Mengenai firman Allah Swt.:
{وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى}
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami)." (Al-A'raf: 172)
Menurut salah satu di antara dua pendapat yang ada, makna ayat ini sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا}
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Ar-Rum: 30)
seperti yang akan dijelaskan pada bagiannya nanti.
Apabila hal itu berlaku bagi semua makhluk, maka mustahillah bila Nabi Ibrahim —kekasih Allah yang dijadikan-Nya sebagai panutan umat manusia, taat kepada Allah, cenderung kepada agama yang benar, dan bukan termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan— sehubungan dengan makna ayat ini dianggap sebagai orang yang mempertanyakan hal tersebut. Bahkan dia orang yang lebih utama untuk memperoleh fitrah yang sehat dan pembawaan yang lurus sesudah Rasulullah Saw. tanpa diragukan lagi. Yang benar ialah dia dalam keadaan mendebat kaumnya yang mempersekutukan Allah Swt., bukan dalam kedudukan sebagai orang yang mempertanyakan hal yang dikisahkan oleh Allah Swt. itu.
continue reading Al-An'am, ayat 74-79

Al-An'am, ayat 71-73

قُلْ أَنَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُنَا وَلَا يَضُرُّنَا وَنُرَدُّ عَلَى أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللَّهُ كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الْأَرْضِ حَيْرَانَ لَهُ أَصْحَابٌ يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَأُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (71) وَأَنْ أَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَاتَّقُوهُ وَهُوَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (72) وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَيَوْمَ يَقُولُ كُنْ فَيَكُونُ قَوْلُهُ الْحَقُّ وَلَهُ الْمُلْكُ يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ (73)
Katakanlah, "Apakah kita akan menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita, tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita, dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), "Marilah ikuti kami!" Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam, dan agar mendirikan salat serta bertakwa kepada-Nya.” Dan Dialah Tuhan Yang kepada-Nyalah kalian akan dihimpunkan. Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan, "Jadilah, " lalu terjadilah, dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang gaib dan yang tampak Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.
As-Saddi mengatakan bahwa orang-orang musyrik berkata kepada orang-orang muslim, "Ikutilah kami, dan tinggalkanlah agama Muhammad itu." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Apakah kita akan menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita, tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang. (Al-An'am: 71) Yakni kembali kepada kekafiran. sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita. (Al-An'am: 71) Yang akibatnya perumpamaan kita sama dengan orang yang disesatkan oleh setan di tanah yang mengerikan. Dikatakan bahwa perumpamaan kalian —jika kalian kembali kepada kekafiran sesudah kalian beriman— sama halnya dengan seorang lelaki yang berangkat bersama suatu kaum dalam suatu perjalanan, dan ternyata ia tersesat, lalu setan datang menyesatkannya di tempat ia tersesat sehingga ia kebingungan, padahal teman-temannya berada di jalan yang sebenarnya. Lalu teman-temannya menyerunya agar ia bergabung dengan mereka seraya berkata, "Kemarilah, ikutilah kami!" Tetapi ia tidak mau bergabung dengan mereka. Demikianlah perumpamaan orang yang mengikuti orang-orang kafir sesudah ia mengetahui keadaan Nabi Muhammad Saw. Sedangkan dalam perumpamaan ini orang yang memanggilnya ke jalan yang benar adalah Nabi Muhammad Saw., dan Islam diserupakan sebagai jalannya.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan. (Al-An'am: 71) Artinya, disesatkan oleh setan dari jalan yang ditempuhnya, yakni setan membujuknya dari jalan yang ditempuhnya. Pengertian istahwa ini sama dengan lafaz tahwi yang terdapat di dalam firman-Nya: cenderung kepada mereka. (Ibrahim: 37)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "Apakah kita akan menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita, tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita. (Al-An'am: 71), hingga akhir ayat. Ungkapan ini merupakan tamsil yang dibuat oleh Allah, ditujukan kepada tuhan-tuhan (sesembahan-sesembahan) dan orang-orang yang menyeru kepadanya, serta orang-orang yang menyeru kepada petunjuk Allah Swt. Disamakan dengan seorang lelaki yang sesat jalan dalam keadaan kebingungan, tiba-tiba ia mendengar suara yang berseru, "Hai Fulan ibnu Anu, kemarilah, ikutilah jalan ini!" Sedangkan dia mempunyai teman-teman yang juga menyerunya dengan panggilan, "Hai Fulan ibnu Anu, ikutilah jalan kami ini!" Jika dia mengikuti penyeru pertama, maka penyeru pertama itu akan membawanya kepada kebinasaan; dan jika ia mengikuti penyeru yang mengajaknya ke jalan petunjuk, niscaya dia akan memperoleh petunjuk. Seruan seperti ini —yang sering terdengar di padang pasir— disebut gailan (hantu). Hal ini diungkapkan sebagai perumpamaan orang yang menyembah tuhan-tuhan tersebut selain Allah. Karena sesungguhnya dia menduga bahwa dirinya berada dalam suatu pegangan hingga masa kematiannya, maka saat itulah ia akan menghadapi penyesalan dan kebinasaannya. Firman Allah Swt.: seperti orang yang disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan. (Al-An'am: 71) Setan-setan tersebut adalah gailan (hantu-hantu) yang memanggil-manggil namanya lengkap dengan nama ayah dan kakeknya, sehingga ia mengikuti suara itu. Karena itu, ia merasa bahwa dirinya mempunyai pegangan. Tetapi pada pagi harinya ternyata dia dilemparkan ke dalam kebinasaan, dan barangkali hantu-hantu itu memakannya atau melemparnya di tanah yang jauh, di mana dia akan binasa karena kehausan. Hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang menyembah tuhan-tuhan selain Allah Swt.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan, dalam keadaan bingung. (Al-An'am: 71) Makna yang dimaksud ialah seorang lelaki dalam keadaan bingung, lalu dipanggil-panggil oleh teman-temannya untuk mengikuti jalan mereka. Hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang sesat sesudah mendapat petunjuk.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan. (Al-An'am: 71) Bahwa dia adalah orang yang tidak mau memenuhi seruan yang mengajak kepada hidayah Allah, dia orang yang menaati setan dan gemar melakukan maksiat di muka bumi dan menyimpang dari perkara yang hak serta tersesat jauh darinya. Dia mempunyai kawan-kawan yang menyerunya ke jalan hidayah, mereka menduga bahwa apa yang mereka perintahkan kepadanya merupakan petunjuk yang telah dikatakan oleh Allah Swt. kepada kekasih-kekasih-Nya dari kalangan manusia. Allah Swt. berfirman: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya). (Al-An'am: 71) Sedangkan kesesatan itu adalah yang diserukan jin (setan) kepadanya.
Demikianlah riwayat Ibnu Jarir.
Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan, pengertian ini menunjukkan bahwa teman-temannya menyerukan kepada kesesatan, dan mereka menduga bahwa apa yang mereka serukan itu adalah jalan petunjuk.
Ibnu Jarir mengatakan, pengertian ini bertentangan dengan makna lahiriah ayat, karena sesungguhnya Allah Swt. menceritakan bahwa teman-temannya mengajaknya ke jalan petunjuk, maka mustahil bila hal ini dikatakan sebagai jalan kesesatan. Allah Swt. dengan tegas menceritakan bahwa hal itu adalah jalan petunjuk.
Pendapat Ibnu Jarir benar, mengingat konteks pembicaraan menunjukkan bahwa orang yang disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan ini berada dalam kebingungan. Lafaz hairana yang ada dalam ayat dinasabkan karena menjadi hal atau kata keterangan keadaan. Dengan kata lain, dalam keadaan kebingungan, kesesatan, dan ketidaktahuannya akan jalan yang harus ditempuhnya, dia mempunyai teman-teman yang berada di jalan yang sedang mereka tempuh. Lalu mereka menyerunya untuk bergabung dengan mereka dan berangkat bersama-sama mereka meniti jalan yang benar. Akan tetapi, dia menolak ajakan mereka dan tidak mau menoleh kepada mereka. Seandainya Allah menghendakinya mendapat petunjuk, niscaya Allah memberinya petunjuk dan mengembalikannya ke jalan yang benar. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى}
Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk. (Al-An'am: 71)
Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam ayat lain, yaitu:
{وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُضِلٍّ}
Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkannya. (Az-Zumar: 37)
{إِنْ تَحْرِصْ عَلَى هُدَاهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ يُضِلُّ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}
Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong. (An-Nahl: 37)
Arti firman Allah Swt.:
{وَأُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ}
dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam. (Al-An'am: 71)
ialah ikhlaslah dalam beribadah kepada-Nya, hanya untuk Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya.
*****
{وَأَنْ أَقِيمُوا الصَّلاةَ وَاتَّقُوهُ}
dan agar mendirikan salat serta bertakwa kepada-Nya. (Al-An'am: 72)
Yakni dan kami diperintahkan untuk mendirikan salat serta bertakwa kepada Allah dalam semua keadaan.
{وَهُوَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ}
Dan Dialah Tuhan yang kepada-Nya lah kalian akan dihimpunkan. (Al-An'am: 72)
Maksudnya, pada hari kiamat nanti.
****
{وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بِالْحَقِّ}
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. (Al-An'am: 73)
Yakni dengan adil. Dialah yang menciptakan keduanya, yang memiliki keduanya, dan yang mengatur keduanya serta semua makhluk yang ada pada keduanya.
Firman Allah Swt.:
{وَيَوْمَ يَقُولُ كُنْ فَيَكُونُ}
di waktu Dia mengatakan.”Jadilah" lalu terjadilah (Al-An'am: 73)
Yaitu hari kiamat yang dikatakan oleh Allah, "Jadilah kamu." Maka jadilah hari kiamat atas perintah-Nya dalam sekejap mata atau lebih cepat daripada itu. Lafaz yauma dinasabkan karena di'atafkan kepada lafaz wattaquhu yang arti lengkapnya ialah takutlah kalian akan hari di mana Allah berfirman, "Jadilah kamu hari kiamat," maka jadilah hari kiamat. Atau dapat pula dikatakan bahwa ia di'atafkan kepada firman-Nya:
{خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ}
menciptakan langit dan bumi. (Al-An'am: 73)
Artinya, dan Dialah yang menciptakan hari di mana Dia berfirman, "Jadilah kamu," maka jadilah ia.
Pada permulaan ayat disebutkan permulaan penciptaan dan pengembaliannya, hal ini sesuai. Atau dapat pula dikatakan ada fi'il (kata kerja) yang tidak disebutkan; bentuk lengkapnya, "Ingatlah, di hari Dia mengatakan, Jadilah,' lalu terjadilah."
Firman Allah Swt.:
{قَوْلُهُ الْحَقُّ وَلَهُ الْمُلْكُ}
Benarlah perkataan-Nya, dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan. (Al-An'am: 73)
Kedudukan I’rab mahalli dari kedua kalimat ini adalah jar karena keduanya berkedudukan sebagai sifat dari Tuhan semesta alam.
Firman Allah Swt.:
{يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ}
di waktu sangkakala ditiup. (Al-An'am: 73)
Dapat ditakwilkan sebagai badai dari lafaz wayauma yaqulu kun fayakun. Dapat pula diinterpretasikan sebagai zaraf dan firman-Nya:
{وَلَهُ الْمُلْكُ يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ}
dan di tangan-Nyalah kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. (Al-An'am: 73)
sama halnya dengan makna firman-Nya:
{لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ}
Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? Hanya kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Al-Mu’min: 16)
{الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ وَكَانَ يَوْمًا عَلَى الْكَافِرِينَ عَسِيرًا}
Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir. (Al-Furqan: 26)
Banyak pula ayat lainnya yang bermakna serupa.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna firman-Nya: di waktu sangkakala ditiup. (Al-An'am: 73)
Sebagian ulama tafsir mengatakan, yang dimaksud dengan sur dalam ayat ini ialah bentuk jamak dari surah (bentuk), yakni pada hari ditiupkan roh padanya, lalu ia menjadi hidup. Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat ini berpandangan menyamakannya dengan contoh lain, yaitu sur yang artinya tembok-tembok yang mengelilingi sebuah kota; ia merupakan bentuk jamak dari lafaz surah.
Tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa makna sur dalam ayat ini ialah sangkakala yang ditiup oleh Malaikat Israfil a.s.
Selanjutnya Ibnu Jarir menegaskan, "Pendapat yang benar menurut kami ialah yang berlandaskan kepada sebuah hadis yang banyak diriwayatkan dari Rasulullah Saw." Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ إِسْرَافِيلَ قَدِ الْتَقَمَ الصُّورَ وَحَنَى جَبْهَتَهُ، يَنْتَظِرُ مَتَى يُؤمَر فَيَنْفُخُ".
Sesungguhnya Malaikat Israfil telah mengulum sangkakala dan mengernyitkan dahinya siap menunggu perintah untuk meniupnya.
Hadis riwayat Imam Muslim di dalam kitab Sahih-nya.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ، عَنْ أَسْلَمَ العِجْلي، عَنْ بِشْر بْنِ شَغَاف، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ أَعْرَابِيٌّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الصُّورُ؟ قَالَ: "قَرْنٌ ينفخ فِيهِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isma'il, telah menceritakan kepada kami Sulaiman At-Taimi, dari Aslam Al-Ajali, dari Bisyr ibnu Syagaf, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa ada seorang Arab Badui bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, apakah sur itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Sangkakala yang siap untuk ditiup.
Kami telah meriwayatkan hadis mengenai sur ini dengan panjang lebar melalui jalur Al-Hafiz Abul Qasim At Tabrani di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mutawwalat.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ الْمِصْرِيُّ الأيْلي، حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ النَّبِيلُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ رَافِعٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ القُرَظي، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ فِي طَائِفَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ لَمَّا فَرَغَ مِنْ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، خَلَقَ الصُّورَ فَأَعْطَاهُ إِسْرَافِيلَ، فَهُوَ وَاضِعُهُ عَلَى فِيهِ، شَاخِصًا بصرَه إِلَى الْعَرْشِ، يَنْتَظِرُ مَتَى يُؤْمَرُ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الصُّورُ؟ قَالَ "القَرْن". قُلْتُ: كَيْفَ هُوَ؟ قَالَ: "عَظِيمٌ، وَالَّذِي بَعَثَنِي بِالْحَقِّ، إِنَّ عَظْمَ دَارَةَ فِيهِ كَعَرْضِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ. يُنْفَخُ فِيهِ ثَلَاثُ نَفَخَاتٍ: النَّفْخَةُ الْأُولَى نَفْخَةُ الْفَزَعِ، وَالثَّانِيَةُ نَفْخَةُ الصَّعْقِ، وَالثَّالِثَةُ نَفْخَةُ الْقِيَامِ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ.
Imam Tabrani mengatakan, telah men­ceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hasan Al-Muqri Al-Abli, telah menceritakan kepada kami Abu Asim An-Nabil, telah menceritakan kepada kami Isma'il ibnu Rafi', dari Muhammad ibnu Ziyad, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bercerita kepada kami ketika beliau berada di tengah-tengah sejumlah sahabatnya. Beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah itu setelah selesai dari menciptakan langit dan bumi, maka Dia menciptakan sur, lalu diberikan-Nya kepada Malaikat Israfil. Maka Malaikat Israfil meletakkan sur itu di mulutnya, sedangkan matanya ia tujukan ke arah 'Arasy menunggu perintah (peniupannya). Abu Hurairah berkata, "Wahai Rasulullah, apakah sur itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Sangkakala." Abu Hurairah bertanya, "Bagaimanakah bentuknya?" Nabi Saw. bersabda bahwa sangkakala itu besar sekali bentuknya. Rasulullah Saw. bersabda, "Demi Tuhan yang telah mengutusku dengan benar, sesungguhnya besar lingkaran moncong sangkakala itu sama besarnya dengan luas langit dan bumi. Malaikat Israfil akan meniup sebanyak tiga kali. Tiupan pertama mengakibatkan huru-hara yang dahsyat, tiupan kedua menyebabkan semua makhluk binasa, dan tiupan yang ketiga adalah tiupan dihidupkan-Nya kembali makhluk untuk menghadap kepada Tuhan semesta alam."
Allah Swt. memerintahkan Malaikat Israfil untuk melakukan tiupan pertama. Untuk itu Allah berfirman, "Tiuplah!" Maka ditiuplah tiupan yang menimbulkan huru-hara yang dahsyat, semua penduduk langit dan bumi mengalami huru-hara yang dahsyat, kecuali orang-orang yang diselamatkan oleh kehendak Allah. Allah Swt. memerintahkan untuk meniup sangkakala, maka Malaikat Israfil melakukan tiupan yang panjang, lama, dan tidak pernah berhenti. Hal inilah yang diungkapkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَمَا يَنْظُرُ هَؤُلاءِ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً مَا لَهَا مِنْ فَوَاقٍ}
Tidaklah yang mereka tunggu melainkan hanya satu teriakan saja yang tidak ada baginya saat berselang. (Sad: 15)
Maka pada hari itu semua gunung yang ada di muka bumi hancur lebur bagaikan debu yang beterbangan, lalu menjadi seperti fatamorgana; bumi pun bergempa dengan sangat hebatnya, mengguncangkan seluruh penghuninya dengan guncangan yang hebat. Nasib mereka seperti perahu yang diombang-ambingkan oleh ombak besar, atau seperti lampu gantung yang ditiup oleh angin besar sehingga bergoyang ke sana kemari.
{يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ}
Pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua, hati manusia pada waktu itu sangat takut. (An-Nazi'at: 6-8)
Maka semua manusia bergelimpangan di muka bumi, semua wanita yang mengandung melahirkan anak-anaknya, semua anak menjadi beruban (karena susahnya hari itu), dan semua setan lari menghindari huru-hara yang dahsyat itu ke tempat-tempat yang sangat jauh, tetapi para malaikat mengejarnya dan memukul wajahnya sehingga kembali ke tempat asal. Semua manusia hiruk-pikuk melarikan diri, tetapi tiada yang dapat melindungi mereka dari azab Allah pada hari itu; sebagian dari mereka memanggil-manggil (meminta tolong) sebagian yang lain, hal inilah yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
{يَوْمَ التَّنَادِ}
siksaan hari panggil-memanggil. (Al-Mu’min: 32)
Ketika mereka dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba bumi retak dari satu kawasan ke kawasan yang lain. Maka mereka menyaksikan suatu peristiwa yang sangat besar lagi mengerikan yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Karena hal itu, mereka tertimpa rasa takut yang sangat mengerikan, hanya Allah sajalah yang mengetahui ketakutan dan kengerian mereka.
Kemudian mereka memandang ke langit, tiba-tiba langit tampak seperti perak yang lebur mendidih, lalu terbelah dan semua bintangnya bertaburan (bertabrakan), dan matahari serta bulannya pudar.
Rasulullah Saw. bersabda:
"الْأَمْوَاتُ لَا يَعْلَمُونَ بِشَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ"
Orang-orang yang mati tidak mengetahui sesuatu pun dari peristiwa tersebut.
Abu Hurairah r.a, mengajukan pertanyaan, "Wahai Rasulullah, siapakah yang dikecualikan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ}
Maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah  (An-Naml: 87)
Nabi Saw. bersabda,
"أُولَئِكَ الشُّهَدَاءُ، وَإِنَّمَا يَصِلُ الْفَزَعُ إِلَى الْأَحْيَاءِ، وَهُمْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ اللَّهِ يُرْزَقُونَ، وَقَاهُمُ اللَّهُ فَزَعَ ذَلِكَ الْيَوْمِ، وَآمَنَهُمْ مِنْهُ، وَهُوَ عَذَابُ اللَّهِ يَبْعَثُهُ عَلَى شِرَارِ خَلْقِهِ"
"Mereka adalah para syuhada." Dan sesungguhnya keguncangan itu hanyalah dialami oleh orang-orang yang masih hidup di masa itu.Para syuhada adalah orang-orang yang tetap hidup di sisi Tuhan mereka seraya diberi rezeki, maka Allah memelihara mereka dari guncangan yang terjadi pada hari itu dan menyelamatkan mereka darinya. Karena sesungguhnya azab tersebut dikirimkan oleh Allah untuk makhluk-Nya yang jahat-jahat.
Hari itulah yang diungkapkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ * يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ}
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian, sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kalian melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusukannya, dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil; dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat kerasnya. (Al-Haj: 1-2)
Mereka mengalami azab itu menurut apa yang dikehendaki oleh Allah, hanya saja azab itu masanya cukup lama.
Kemudian Allah memerintahkan Malaikat Israfil untuk melakukan tiupan yang membinasakan, lalu Israfil melakukan tiupan yang membinasakan, maka binasalah semua penduduk langit dan bumi kecuali siapa yang dikehendaki oleh Allah. Maka dengan serta merta mereka semuanya mati, lalu malaikat maut datang menghadap kepada Tuhan Yang Mahaperkasa, dan berkata, "Wahai Tuhanku, telah mati semua penduduk langit dan bumi kecuali siapa yang Engkau kehendaki."
Allah Swt. —Yang Maha Mengetahui siapa yang masih hidup— berfirman, "Siapakah yang masih hidup?" Malaikat maut menjawab, "Yang masih hidup adalah Engkau Yang Mahakekal dan tidak akan mati, para malaikat penyangga ' Arasy, Jibril, Mikail, dan saya." Maka Allah berfirman, "Hendaklah Jibril dan Mikail mati." Lalu Allah menyuruh 'Arasy berbicara, maka 'Arasy bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah Jibril dan Mikail harus dimatikan?" Allah Swt. berfirman, "Diamlah kamu, karena sesunguhnya Aku telah menetapkan mati atas semua makhluk yang ada di bawah 'Arasy-Ku." Lalu Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail mati.
Kemudian malaikat maut datang menghadap Tuhan Yang Mahaperkasa, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, Jibril dan Mikail telah mati." Allah berfirman, Dia lebih mengetahui siapa yang masih hidup saat itu, "Siapakah yang masih hidup?" Malaikat maut menjawab, "Yang masih ada ialah Engkau Yang Hidup Kekal yang tidak akan mati, malaikat-malaikat penyangga Arasy, dan saya sendiri." Allah berfirman, "Hendaklah semua malaikat penyangga 'Arasy mati." Maka semuanya mati. Lalu Allah memerintahkan 'Arasy untuk mengambil sangkakala dari Malaikat Israfil.
Malaikat maut datang menghadap, lalu berkata, "Wahai Tuhanku, semua malaikat penyangga' Arasy-Mu telah mati." Allah Swt. berfirman, Dia Maha Mengetahui siapa yang masih hidup, "Siapakah yang masih hidup?" Malaikat maut menjawab, "Yang masih ada adalah Engkau yang Hidup Kekal dan tidak akan mati, dan saya sendiri." Allah Swt. berfirman, "Engkau adalah salah satu dari makhluk-Ku, Aku ciptakan kamu menurut apa yang Aku maui, maka matilah kamu." Lalu malaikat maut itu mati. Tiada yang kekal kecuali hanya Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa, Dialah Allah Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, Dia adalah Yang Mahaakhir sebagaimana Dia adalah Yang Mahaawal.
Allah menggulung langit dan bumi seperti menggulung lembaran-lembaran kertas, lalu membulatkan keduanya seperti telur dan menelannya sebanyak tiga kali. Setelah itu Allah berfirman, "Akulah Yang Mahaperkasa, Akulah Yang Mahaperkasa," sebanyak tiga kali. Lalu Allah berseru dengan suara yang lantang:
{لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ}
Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? (Al-Mu’min: 16)
Seruan itu diucapkan sebanyak tiga kali, tetapi tiada seorang pun yang menjawab. Kemudian Allah Swt. berfirman kepada diri-Nya:
{لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ}
Hanya Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Al-Mu’min: 16)
Allah Swt. berfirman pula:
{يَوْمَ تُبَدَّلُ الأرْضُ غَيْرَ الأرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ}
Pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit. (Ibrahim: 48)
Maka Allah menghamparkan keduanya dan menjadikannya rata, lalu digelarkan sebagaimana kulit di pasar 'Ukaz digelarkan.
{لَا تَرَى فِيهَا عِوَجًا وَلا أَمْتًا}
tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi. (Thaha: 107)
Kemudian Allah menghardik semua makhluk dengan sekali hardikan (teriakan). Maka dengan serta merta mereka berada di bumi yang telah diganti tersebut sebagaimana keadaan mereka semula pada bumi yang pertama. Orang yang berada di dalam perutnya tetap berada di dalam perutnya, dan orang yang berada di permukaannya tetap berada di permukaannya.
Selanjutnya Allah menurunkan kepada mereka air dari bawah ' Arasy, dan Allah memerintahkan langit untuk menurunkan hujan, maka turunlah hujan selama empat puluh hari. sehingga air mencapai ketinggian dua belas hasta di atas mereka. Kemudian Allah memerintah­kan semua jasad untuk tumbuh, maka tumbuhlah semua jasad bagaikan kecambah —atau seperti tumbuhnya sayur-mayur— hingga jasad mereka kembali seperti sediakala dalam keadaan sempurna.
Allah Swt. berfirman, "Hiduplah malaikat-malaikat penyangga 'Arasy!" Maka semua malaikat penyangga 'Arasy hidup kembali. Allah memerintahkan Malaikat Israfil, lalu Malaikat Israfil mengambil sangkakala dan meletakkannya di mulutnya.
Allah berfirman, "Hiduplah Jibril dan Mikail!" Maka keduanya hidup kembali. Kemudian Allah memanggil semua roh, maka semuanya dihadapkan kepada-Nya; roh-roh orang-orang muslim memancarkan cahaya yang berkilauan, sedangkan arwah orang-orang kafir gelap gulita. Lalu Allah menggenggam semua arwah dan memasukkannya ke dalam sangkakala.
Kemudian Allah Swt. memerintahkan Malaikat Israfil untuk melakukan tiupan kebangkitan, maka Malaikat Israfil melakukan tiupan untuk menghidupkan mereka kembali. Lalu keluarlah semua roh bagaikan lebah yang banyaknya memenuhi kawasan antara bumi dan langit. Allah Swt. berfirman, "Demi keperkasaan dan keagungan-Ku, hendaknya setiap roh benar-benar kembali kepada jasadnya masing-masing." Maka semua roh masuk ke dalam bumi ke jasadnya masing-masing dan memasukinya melalui lubang hidungnya, lalu menjalar ke seluruh tubuh seperti menjalarnya racun pada tubuh orang yang disengatnya. Kemudian bumi terbelah membuka, dan aku (Nabi Saw.) adalah orang yang mula-mula dibelahkan bumi. Kemudian kalian cepat-cepat keluar, bersegera menghadap Tuhan.
{مُهْطِعِينَ إِلَى الدَّاعِ يَقُولُ الْكَافِرُونَ هَذَا يَوْمٌ عَسِرٌ}
mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata, "Ini adalah hari yang berat.” (Al-Qamar: 8)
Pada saat itu kalian dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang bulat, dan tidak dikhitan. Lalu kalian semua berdiri di suatu tempat yang lamanya adalah tujuh puluh tahun perjalanan. Saat itu kalian tidak diperhatikan, dan tidak dilakukan peradilan di antara kalian (yakni kalian didiamkan oleh Allah Swt.). Maka kalian semua menangis hingga air mata kalian kering, yang keluar adalah darah kalian. Kalian berkeringat dengan derasnya hingga kalian tenggelam di dalam lautan keringat, atau ketinggian keringat mencapai batas janggut kalian.
Kalian mengatakan, "Siapakah yang memohonkan syafaat kepada Tuhan buat kami semua, hingga Dia mau memutuskan perkara di antara kami?"
Lalu kalian berkata, "Tiadalah orang yang berhak mengajukan hal tersebut selain dari bapak kalian semua, yaitu Adam. Allah menciptakan dia dengan tangan (kekuasaan)-Nya secara langsung, Dia meniupkan sebagian dari roh-Nya ke dalam tubuhnya, dan Dia telah mengajaknya berbicara secara langsung."
Maka mereka mendatangi Adam dan meminta hal tersebut (syafaat) kepadanya, tetapi Adam menolak dan mengatakan, "Aku bukanlah orang yang layak untuk mengajukan hal tersebut." Kemudian mereka mendatangi para nabi satu persatu, tetapi setiap mereka datangi seorang nabi, dia menolak permintaan mereka.
Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, "Pada akhirnya mereka datang kepadaku, lalu aku berangkat menuju Al-Fahs, dan aku langsung menyungkur bersujud."
Abu Hurairah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan Al-Fahs?" Rasulullah Saw. bersabda, "Halaman depan 'Arasy. Kemudian Allah mengutus malaikat kepadaku, dan malaikat itu memegang lenganku dan mengangkatku. Maka Allah berfirman kepadaku, 'Hai Muhammad!' Dan aku menjawab, 'Ya, wahai Tuhanku.' Allah Swt. berfirman, 'Mengapa kamu ini?' Padahal Dia Maha Mengetahui. Aku berkata, 'Wahai Tuhanku, Engkau telah menjanjikan syafaat kepadaku, maka berilah aku izin untuk memberi syafaat kepada makhluk-Mu, putuskanlah peradilan di antara mereka.'
Allah Swt. berfirman, 'Aku terima syafaatmu, sekarang Aku datang kepada kalian untuk memutuskan peradilan di antara kalian'."
Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu beliau kembali dan berdiri (bergabung) dengan manusia. Ketika kami sedang berdiri, tiba-tiba kami mendengar suara yang sangat keras dari langit yang membuat kami semua takut. Ternyata suara itu muncul dari malaikat penghuni langit pertama yang turun ke bumi dalam jumlah dua kali lipat dari jumlah manusia dan jin yang ada di bumi.
Ketika mereka telah berada di dekat bumi, bumi menjadi terang benderang oleh cahaya mereka, lalu mereka mengambil saf (barisan)nya. Maka kami bertanya, "Apakah Tuhan kita ada bersama kalian?" Mereka menjawab, "Tidak, tetapi Dia akan datang."
Kemudian turunlah penduduk langit yang kedua dalam jumlah dua kali lipat dari jumlah rombongan malaikat yang pertama dan dua kali lipat dari jumlah makhluk manusia dan jin yang ada di bumi. Ketika mereka telah dekat dengan bumi, maka bumi menjadi terang benderang karena cahaya mereka, lalu mereka mengambil safnya. Kami bertanya kepada mereka, "Apakah Tuhan kita ada bersama kalian?" Mereka menjawab, "Tidak, tetapi Dia akan datang."
Selanjutnya para malaikat penghuni langit berikutnya turun pula dalam jumlah dua kali lipat dari jumlah yang telah ada, lalu turunlah Tuhan Yang Mahaperkasa dalam naungan awan dan malaikat. Saat itu yang memikul 'Arasy-Nya adalah delapan malaikat, sekarang empat malaikat, telapak kaki mereka berada di bagian bumi yang paling bawah.
Bumi dan langit hanya sampai sebatas pinggang mereka, sedangkan 'Arasy mereka pikul di atas pundak mereka; dari mereka keluar suara gemuruh karena bacaan tasbih mereka, yaitu:
سُبْحَانَ ذِي الْعَرْشِ وَالْجَبَرُوتِ، سُبْحَانَ ذِي الْمُلْكِ وَالْمَلَكُوتِ، سُبْحَانَ الْحَيِّ الذِي لَا يَمُوتُ، سُبْحَانَ الذِي يُمِيتُ الْخَلَائِقَ وَلَا يَمُوتُ، سُبُّوح قُدُّوسٌ قُدُّوسٌ قُدُّوسٌ، سُبْحَانَ رَبِّنَا الْأَعْلَى، رَبِّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ، سُبْحَانَ رَبِّنَا الْأَعْلَى، الَّذِي يُمِيتُ الْخَلَائِقَ وَلَا يَمُوتُ
Mahasuci Tuhan yang memiliki Arasy dan keperkasaan. Mahasuci Tuhan yang mempunyai kerajaan dan alam malakut. Mahasuci Tuhan Yang Hidup Kekal dan tidak akan mati. Mahasuci Tuhan Yang mematikan semua makhluk, sedangkan Dia tidak mati. Mahasuci dengan sesuci-sucinya, Mahasuci Tuhan kami Yang Mahatinggi, Tuhan semua malaikat dan roh. Mahasuci Tuhan kami Yang Mahatinggi, yang mematikan semua makhluk, sedangkan Dia tidak mati.
Maka Allah meletakkan kursi-Nya di salah satu bagian dari bumi yang dikehendaki-Nya, lalu berseru dengan suara-Nya seraya berfirman, "Hai semua makhluk jin dan manusia, sesungguhnya Aku telah mendengarkan kalian sejak Aku menciptakan kalian sampai hari ini. Aku mendengar semua ucapan kalian dan melihat semua amal perbuatan kalian. Maka sekarang dengarkanlah Aku, sesungguhnya apa yang Aku utarakan hanyalah amal perbuatan kalian dan catatan-catatan amal perbuatan kalian sendiri yang akan dibacakan kepada kalian. Barang siapa yang menjumpai kebaikan padanya, hendaklah ia memuji kepada Allah. Dan barang siapa yang menjumpai selain itu, maka janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri."
Selanjutnya Allah memerintah kepada neraka Jahannam, maka keluarlah darinya sesuatu seperti leher yang kelihatan hitam legam (gelap) oleh semuanya. Kemudian Allah Swt. membacakan firman-Nya:
{أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ * وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ * وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ * هَذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ}
Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, hai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian, dan hendaklah kalian menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebagian besar di antara kalian. Maka apakah kalian tidak memikirkan? Inilah Jahannam yang dahulu kalian diancam (dengannya). (Yasin: 60-63)
Atau dikatakan, "Yang dahulu kalian dustakan," ragu dari pihak Abu Asim.
{وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ}
Dan (dikatakan kepada mereka), "Berpisahlah kalian (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, hai orang-orang yang jahat.” (Yasin: 59)
Maka Allah memisah-misahkan manusia (antara ahli surga dan ahli neraka), dan saat itu semua umat manusia berlutut. Allah Swt. berfirman:
{وَتَرَى كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَى إِلَى كِتَابِهَا الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kalian diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Al-Jasiyah: 28)
Lalu Allah Swt. memutuskan peradilan di antara makhluk-Nya. kecuali jin dan manusia. Allah memutuskan peradilan di antara semua hewan liar dan binatang ternak, hingga Dia memutuskan untuk kemenangan hewan yang tidak bertanduk terhadap hewan bertanduk (yang dahulu pernah menanduknya). Apabila Allah Swt. telah selesai dari hal tersebut dan tidak ada lagi utang bagi seekor hewan atas hewan lainnya, maka Allah berfirman kepada semua binatang, "Jadilah kalian tanah!" Maka pada saat itu orang kafir mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا}
Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. (An-Naba:40)
Kemudian barulah Allah memutuskan peradilan di antara semua hamba. Peradilan yang mula-mula dilakukan-Nya ialah masalah yang berkaitan dengan darah. Setiap orang yang terbunuh di jalan Allah datang, lalu Allah memerintahkan kepada setiap orang yang membunuh untuk membawa kepala orang yang dibunuhnya, sedangkan urat leher si terbunuh penuh berlumuran darah. Lalu ia berkata, "Wahai Tuhanku, karena apakah orang ini membunuhku?" Allah Swt. —Yang Maha Mengetahui— bertanya, "Karena apakah kamu membunuh mereka?" Maka si pembunuh menjawab, "Saya membunuh mereka agar keagungan hanyalah bagi-Mu (yakni membela agama Allah)." Allah Swt. berfirman, "Kamu benar." Maka Allah menjadikan wajahnya bercahaya seperti sinar matahari, selanjutnya para malaikat menuntunnya masuk ke dalam surga.
Setelah itu datanglah setiap orang yang membunuh bukan karena niat tersebut seraya membawa kepada orang yang dibunuhnya dalam keadaan berlumuran darah dari urat lehernya. Lalu ia berkata, "Wahai Tuhanku, mengapa orang ini membunuhku?" Allah Swt.,Yang Maha Mengetahui, bertanya, "Mengapa kamu membunuh mereka?" Ia menjawab, "Saya membunuh mereka agar keagungan hanyalah bagi saya, wahai Tuhanku." Maka Allah berfirman, "Celakalah kamu!"
Kemudian tiada seorang pun yang pernah membunuh orang lain melainkan ia balas dibunuh karenanya, dan tidak ada suatu perbuatan zalim yang dilakukan seseorang melainkan ia mendapat hukumannya. Hal ini sepenuhnya berada di dalam kehendak Allah. Dengan kata lain, jika Dia hendak mengazabnya, niscaya Dia mengazabnya; dan jika Dia hendak merahmatinya, niscaya Dia merahmatinya.
Selanjutnya Allah Swt. memutuskan peradilan di antara makhluk-Nya yang perkara mereka masih belum diputuskan, hingga tiada suatu perbuatan aniaya pun yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain melainkan Allah membalaskannya bagi si teraniaya terhadap si penganiaya. Pada saat itu seorang penjual susu yang mencampuri susunya dengan air (ketika di dunia) benar-benar disuruh memurnikan susunya dari air.
Apabila Allah Swt. telah selesai dari hal tersebut, maka terdengarlah suara seruan yang terdengar oleh semua makhluk, "Ingatlah, hendaklah masing-masing kaum bergabung dengan tuhan-tuhan mereka dan segala sesuatu yang mereka sembah selain Allah!" Saat itu tidak ada seorang pun yang menyembah selain Allah kecuali ditampakkan baginya tuhan yang disembahnya itu di hadapannya. Pada hari itu ada malaikat yang diserupakan bentuknya seperti Uzair, ada pula yang diserupakan dengan Isa putra Maryam. Maka orang-orang Yahudi mengikuti Uzair, dan orang-orang Nasrani mengikuti Isa. Kemudian tuhan-tuhan sesembahan mereka menggiring mereka ke dalam neraka, dan Allah Swt. berfirman:
{لَوْ كَانَ هَؤُلاءِ آلِهَةً مَا وَرَدُوهَا وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ}
Andaikata berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya. (Al-Anbiya: 99)
Apabila tidak ada yang tersisa kecuali hanya orang-orang mukmin yang di dalamnya terdapat orang-orang munafik, maka Allah mendatangi mereka dalam bentuk menurut apa yang dikehendaki-Nya, lalu Dia berfirman, "Hai manusia, semua orang telah pergi, maka sekarang bergabunglah dengan tuhan-tuhan kalian dan apa yang kalian sembah." Mereka berkata, "Demi Allah, kami tidak mempunyai Tuhan selain Allah, dan kami sama sekali tidak pernah menyembah selain-Nya."
Maka Allah pergi meninggalkan mereka, dan Dialah yang mendatangi mereka. Kemudian Allah tinggal selama yang dikehendaki-Nya untuk tinggal, setelah itu Dia datang lagi kepada mereka dan berfirman, "Hai manusia, semua orang telah pergi, maka bergabunglah kalian dengan tuhan-tuhan kalian dan apa yang kalian sembah!" Mereka menjawab, "Demi Allah, kami tidak mempunyai Tuhan selain Allah, dan kami sama sekali tidak pernah menyembah selain-Nya."
Maka Allah menampakkan sebagian dari betis-Nya dan sebagian dari kebesaran-Nya sehingga mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan mereka. Lalu mereka menyungkur di atas muka mereka seraya bersujud, sedangkan semua orang munafik menyungkur di atas tengkuknya (terbalik), dan Allah menjadikan tulang iga mereka mencuat seperti tanduk sapi (menjangan). Kemudian Allah mengizinkan mereka untuk mengangkat mukanya.
Allah memasang sirat di antara kedua tepi neraka Jahannam, tajamnya seperti pisau cukur atau pedang yang tajam. Sirat- (jembatan) itu mempunyai banyak pengait, belalai, dan duri-duri seperti duri pohon sa'dan, dan di bagian bawahnya terdapat jembatan yang licin sekali. Maka mereka melaluinya, ada yang cepat seperti kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang seperti cepatnya angin, seperti cepatnya kuda balap, seperti cepatnya unta yang baik, atau seperti orang yang berjalan cepat. Di antara mereka ada yang selamat sampai ke tepi yang lain, ada yang selamat tetapi dalam keadaan terluka, ada pula yang terperosok di bawah mukanya, masuk ke dalam neraka Jahannam,
Manakala ahli surga telah sampai di depan pintu surga, maka semua ahli surga berkata, "Siapakah orang yang mau memohon syafaat kepada Tuhan kita buat kita semua hingga kita dapat masuk surga?"
Mereka menjawab, "Siapa lagi yang lebih berhak untuk itu selain dari kakek moyang kalian sendiri, yaitu Adam a.s. Allah telah menciptakannya dengan tangan (kekuasaan)-Nya sendiri, dan meniupkan sebagian dari roh (ciptaan)-Nya ke dalam tubuhnya serta berbicara dengannya secara berhadapan."
Kemudian mereka mendatangi Adam dan meminta hal tersebut kepadanya, tetapi Adam ingat akan suatu dosa, lalu ia berkata, "Saya bukanlah orang yang berhak melakukan hal itu. Tetapi kalian harus meminta kepada Nuh, karena sesungguhnya dia adalah rasul Allah yang pertama."
Maka Nabi Nuh didatangi dan diminta agar melakukan hal tersebut, tetapi ia ingat akan suatu dosa, lalu ia berkata, "Saya bukanlah orang yang berhak untuk melakukan hal tersebut. Pergilah kalian kepada Ibrahim, karena sesungguhnya Allah telah menjadikannya sebagai seorang kekasih."
Maka Nabi Ibrahim didatangi dan diminta untuk melakukan hal itu. Tetapi ia mengingat akan suatu dosa, maka berkatalah ia, "Aku bukanlah orang yang pantas melakukan hal tersebut. Pergilah kalian kepada Musa, karena sesungguhnya Allah telah mendekatkannya dalam munajatnya dan berbicara langsung kepadanya serta menurunkan kitab Taurat kepadanya."
Nabi Musa didatangi dan diminta untuk melakukan hal tersebut. Ia ingat akan suatu dosa, lalu berkata, "Saya bukanlah orang yang pantas melakukan hal tersebut. Pergilah kalian kepada roh ciptaan Allah dan kalimah (perintah)-Nya, yaitu Isa putra Maryam." Maka Isa didatangi dan diminta untuk melakukan hal itu, tetapi Isa berkata, "Saya bukanlah orang yang kalian cari. Datanglah kalian kepada Muhammad."
Rasulullah Saw. bersabda:
"فَيَأْتُونِي -وَلِي عِنْدَ رَبِّي ثَلَاثُ شَفَاعَاتٍ [وَعَدَنِهِنَّ] -فَأَنْطَلِقُ فَآتِي الْجَنَّةَ، فَآخُذُ بحلَقَة الْبَابِ، فَأَسْتَفْتِحُ فَيُفْتَحُ لِي، فَأُحَيَّى وَيُرَحَّبُ بِي. فَإِذَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ فَنَظَرْتُ إِلَى رَبِّي خَرَرْتُ سَاجِدًا، فَيَأْذَنُ اللَّهُ لِي مِنْ حَمْدِهِ وَتَمْجِيدِهِ بِشَيْءٍ مَا أَذِنَ بِهِ لِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ يَا مُحَمَّدُ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعَ، وَسَلْ تُعْطَهْ. فَإِذَا رَفَعْتُ رَأْسِي يَقُولُ اللَّهُ -وَهُوَ أَعْلَمُ -: مَا شَأْنُكَ؟ فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، وَعَدْتَنِي الشَّفَاعَةَ، فَشَفِّعْنِي فِي أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ، فَيَقُولُ اللَّهُ: قَدْ شَفَّعْتُكَ وَقَدْ أذنت لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ".
Lalu mereka datang kepadaku, sedangkan aku mempunyai tiga kali syafaat di sisi Tuhanku yang telah Dia janjikan kepadaku. Aku berangkat dan mendatangi surga, lalu aku memegang pegangan pintunya dan meminta izin untuk dibuka. Maka pintu surga dibukakan untukku, dan aku disambut dengan penghormatan serta ucapan selamat datang. Setelah aku berada di dalam surga, aku melihat Tuhanku, lalu aku menyungkur bersujud, dan Allah mengizinkan kepadaku untuk mengucapkan sesuatu dari pujian dan pengagungan yang belum pernah Dia izinkan kepada seorang pun dari makhluk-Nya. Kemudian Allah berfirman, "Hai Muhammad, angkatlah kepalamu, mintalah syafaat, niscaya engkau diberi izin untuk memberi syafaat; dan mintalah, niscaya engkau diberi apa yang engkau minta.” Ketika aku mengangkat kepalaku, Allah Yang Maha Mengetahui bertanya, "Apa yang kamu inginkan?" Aku berkata, "Wahai Tuhanku, Engkau telah menjanjikan kepadaku syafaat, maka berilah aku izin memberi syafaat kepada ahli surga agar mereka dapat masuk surga.” Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku telah memberikan syafaat kepadamu, dan Aku telah mengizinkan bagi mereka untuk boleh masuk surga.”
Rasulullah Saw. acap kali bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا أَنْتُمْ فِي الدُّنْيَا بِأَعْرَفَ بِأَزْوَاجِكُمْ وَمَسَاكِنِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِأَزْوَاجِهِمْ وَمَسَاكِنِهِمْ، فَيَدْخُلُ كُلُّ رَجُلٍ مِنْهُمْ عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً، سَبْعِينَ مِمَّا يُنْشِئُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، وَثِنْتَيْنِ آدَمِيَّتَيْنِ مَنْ وَلَدِ آدَمَ، لَهُمَا فَضْلٌ عَلَى مَنْ أَنْشَأَ اللَّهُ، لِعِبَادَتِهِمَا اللَّهَ فِي الدُّنْيَا. فَيَدْخُلُ عَلَى الْأُولَى فِي غُرْفَةٍ مِنْ يَاقُوتَةٍ، عَلَى سَرِيرٍ مِنْ ذَهَبٍ مُكَلَّلٍ بِاللُّؤْلُؤِ، عَلَيْهَا سَبْعُونَ زَوْجًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ، ثُمَّ إِنَّهُ يَضَعُ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهَا، ثُمَّ يَنْظُرُ إِلَى يَدِهِ مِنْ صَدْرِهَا، وَمِنْ وَرَاءِ ثِيَابِهَا وَجِلْدِهَا وَلَحْمِهَا، وَإِنَّهُ لَيَنْظُرُ إِلَى مُخّ سَاقِهَا كَمَا يَنْظُرُ أَحَدُكُمْ إِلَى السِّلْكِ فِي قَصَبَةِ الْيَاقُوتِ، كَبِدُهَا لَهُ مِرْآةٌ، وَكَبِدُهُ لَهَا مِرْآةٌ. فَبَيْنَا هُوَ عِنْدَهَا لَا يَمَلُّهَا وَلَا تَمَلُّهُ، مَا يَأْتِيهَا مِنْ مَرَّةٍ إِلَّا وَجَدَهَا عَذْرَاءَ، مَا يَفْترُ ذَكَرَهُ، وَمَا تَشْتَكِي قُبُلَهَا. فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ نُودِيَ: إِنَّا قَدْ عَرَفْنَا أَنَّكَ لَا تَمَلُّ وَلَا تُمَلُّ، إِلَّا أَنَّهُ لَا مَني وَلَا مَنِية إِلَّا أَنَّ لَكَ أَزْوَاجًا غَيْرَهَا. فَيَخْرُجُ فَيَأْتِيهِنَّ وَاحِدَةً وَاحِدَةً، كُلَّمَا أَتَى وَاحِدَةً [لَهُ] قَالَتْ: لَهُ وَاللَّهِ مَا أَرَى فِي الْجَنَّةِ شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْكَ، وَلَا فِي الْجَنَّةِ شَيْءٌ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْكَ.
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah kalian di dunia lebih mengenal istri-istri dan tempat-tempat tinggal kalian daripada penduduk surga mengenal istri-istri mereka dan tempat-tempat tinggalnya. Setiap orang lelaki dari kalangan penduduk surga menggauli tujuh puluh dua orang istri; tujuh puluh orang istri dari kalangan bidadari yang diciptakan oleh Allah Swt. (buatnya), sedangkan yang dua orang istri dari kalangan Bani Adam yang jauh lebih utama daripada bidadari yang diciptakan oleh Allah berkat keutamaan ibadah mereka di dunia. Lalu ia menggauli salah seorang istrinya (yang dari kalangan Bani Adam) di dalam sebuah kamar yang terbuat dari batu yaqut di atas sebuah ranjang dari emas yang dihiasi dengan intan. Pada ranjang (pelaminan) itu terdapat tujuh puluh pasang kain sutera tipis dan sutera tebal. Kemudian si lelaki itu meletakkan tangannya di antara kedua tulang belikat istrinya, lalu ia dapat melihat tangannya dari bagian dada istrinya, yaitu dari balik pakaian, kulit, dan dagingnya. Dan sesungguhnya si lelaki itu benar-benar dapat melihat sumsum betisnya, sebagaimana seseorang di antara kalian melihat sebuah kabel yang ada di dalam lubang batu yaqut. Hati si istri merupakan cermin bagi suaminya, dan hati si suami merupakan cermin bagi istrinya. Ketika si lelaki sedang bersama istrinya itu, maka si lelaki tidak pernah merasa bosan terhadap istrinya, dan istrinya tidak pernah merasa bosan terhadap suaminya. Tidak sekali-kali si suami menggauli istrinya melainkan ia selalu menjumpainya dalam keadaan masih tetap perawan; zakarnya tidak pernah lemas, dan farji istrinya tidak pernah merasa sakit. Ketika ia dalam keadaan demikian, tiba-tiba ada suara yang menyerukan, "Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa engkau tidak pernah merasa bosan, dan dia tidak pernah merasa bosan pula, hanya saja tidak ada air mani, tidak ada pula air mani wanita. Perlu diketahui bahwa kamu mempunyai banyak istri selainnya.” Lalu si lelaki keluar dan mendatangi (menggauli) mereka seorang demi seorang. Setiap kali ia menggauli seorang bidadari, maka bidadari mengatakan kepadanya, "Demi Allah, saya tidak pernah melihat sesuatu yang lebih tampan daripada kamu, dan tidak ada seorang pun di dalam surga ini yang lebih aku cintai daripada kamu.”
Apabila ahli neraka dimasukkan ke dalam neraka, maka yang dimasukkan ke dalam neraka adalah sebagian dari makhluk Tuhanmu yang dibinasakan oleh amal perbuatan mereka sendiri. Di antara mereka ada orang yang dimakan oleh api neraka sebatas kedua telapak kakinya, tidak lebih dari itu.
Di antara mereka ada orang yang dimakan oleh api neraka hanya sampai batas kedua betisnya, ada yang dilahap api neraka sampai batas kedua lutut kakinya, ada yang dimakan oleh api neraka sampai batas pinggangnya, ada pula yang terbakar api neraka seluruh tubuhnya kecuali wajahnya, karena Allah mengharamkan gambaran-Nya atas neraka.
Rasulullah Saw. bersabda:
فَأَقُولُ يَا رَبِّ، مَنْ وَقَعَ فِي النَّارِ مِنْ أُمَّتِي. فَيَقُولُ: أَخْرِجُوا مَنْ عَرَفْتُمْ،
Maka aku memohon, "Wahai Tuhanku, izinkanlah aku memberikan syafaat kepada orang yang telah masuk neraka dari kalangan umatku.” Allah berfirman, "Keluarkanlah (dari neraka) semua orang yang telah kamu kenal.”
Kemudian mereka dikeluarkan dari neraka, sehingga tiada seorang pun dari mereka yang tertinggal.
Sesudah itu Allah memberikan izin dalam hal syafaat. Maka tiada seorang nabi, tiada pula seorang syuhada, melainkan memberi syafaat.
Kemudian Allah Swt. berfirman, "Keluarkanlah (dari neraka) orang-orang yang kalian jumpai dalam hatinya iman seberat mata uang dinar!" Maka mereka dikeluarkan dari neraka hingga tiada seorang pun yang tersisa dari kalangan mereka.
Allah memberikan syafaat-Nya lagi seraya berfirman, "Keluar­kanlah dari neraka orang-orang yang kalian jumpai dalam hatinya iman seberat dua pertiga mata uang dinar!" Kemudian Allah memerintahkan yang sepertiga dinar, lalu yang seperempat dinar, lalu yang satu qirat, dan yang terakhir ialah orang-orang yang di dalam hatinya terdapat iman seberat biji sawi.
Mereka semua dikeluarkan dari neraka, sehingga tidak ada seorang pun dari mereka yang tertinggal, tidak ada seorang pun yang pernah berbuat suatu kebaikan karena Allah yang masih tertinggal di dalam neraka, dan tidak ada seorang pun yang berhak memberikan syafaat kecuali memberikan syafaatnya, sehingga iblis pun memajukan dirinya melihat rahmat Allah yang sedang dibagi-bagikan, dengan harapan ingin mendapat syafaat.
Sesudah itu Allah Swt. berfirman, "Masih ada yang tersisa, sedang­kan Aku adalah Maha Pelimpah Rahmat." Lalu Allah memasukkan tangan (kekuasaan)-Nya ke dalam neraka Jahannam, dan mengeluarkan sejumlah orang yang tak terhitung jumlahnya, hanya Dia Yang Mengetahuinya. Keadaan mereka seakan-akan seperti arang yang hitam legam, lalu mereka dilemparkan ke dalam sungai yang dikenal dengan nama Nahrul Hayat (Sungai Kehidupan). Maka tumbuhlah mereka bagaikan biji-bijian yang tumbuh di bekas tanah yang terkena banjir; yang terkena sinar matahari menjadi hijau, sedangkan yang ternaungi menjadi kuning. Mereka tumbuh bagaikan kecambah, jumlah mereka sangat banyak sehingga seperti semut-semut kecil. Pada leher mereka tertulis jahannamiyyun (penghuni neraka Jahannam) yang dimerdekakan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah. Semua penghuni surga mengetahui mereka melalui tulisan tersebut, mereka adalah orang-orang yang sama sekali tidak pernah berbuat suatu kebaikan pun karena Allah.
Mereka tinggal di dalam surga selama waktu yang dikehendaki Allah, sedangkan tulisan tersebut masih tetap tertera pada leher mereka. Kemudian mereka berkata, "Wahai Tuhan kami, sudilah kiranya Engkau menghapuskan tulisan ini dari kami." Maka Allah Swt. menghapuskan tulisan itu dari mereka.
Imam Tabrani melanjutkan hadis ini hingga selesai, kemudian di penghujungnya ia mengatakan bahwa hadis ini berpredikat masyhur. Padahal hadis ini garib sekali, tetapi sebagian darinya mempunyai syawahid (bukti) yang menguatkannya terdapat pada hadis-hadis yang terpisah-pisah. Pada sebagian teks hadis ini terdapat hal-hal yang diingkari. Hadis diriwayatkan secara munfarid (menyendiri) oleh Isma'il ibnu Rafi', kadi penduduk Madinah.
Sehubungan dengan predikat Isma'il ibnu Rafi' ini para ulama berbeda pendapat. Sebagian menilainya siqah, sebagian lain menilai-nya daif. Predikat munkar hadis yang diriwayatkannya disebutkan secara nas (diputuskan) oleh bukan hanya seorang dari kalangan para imam, seperti Imam Ahmad, Abu Hatim Ar-Razi, dan Amr ibnu Ali Al-Fallas.
Di antara ulama ada yang menilainya matruk (tidak terpakai hadisnya). Ibnu Addi mengatakan bahwa semua hadis yang diriwayatkan melalui Isma'il ibnu Rafi' masih perlu dipertimbangkan, hanya saja hadis-hadisnya dikategorikan ke dalam hadis-hadis yang daif.
Menurut hemat kami sanad hadis ini masih diperselisihkan oleh banyak pendapat yang semuanya telah kami bahas secara terpisah di dalam sebuah kitab secara rinci. Adapun mengenai teksnya memang garib sekali, bahkan dikatakan bahwa dia menghimpunnya dari berbagai hadis yang cukup banyak, lalu ia rangkaikan dalam satu rangkuman. Karena itulah maka hadis ini dinilai munkar.
Kami pernah mendengar guru kami —yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi— mengatakan bahwa beliau pernah melihat karya tulis Al-Walid ibnu Muslim yang merangkum karya tulisnya itu seakan-akan seperti syawahid (bukti yang menguatkan) sebagian dari suku-suku hadis ini.
continue reading Al-An'am, ayat 71-73

Daftar Ayat Al-Qur'an