وَما
أَرْسَلْنا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ لِيُطاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ
ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جاؤُكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ
الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّاباً رَحِيماً (64) فَلا وَرَبِّكَ لَا
يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي
أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيماً
(65)
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul,
melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika
menganiaya dirinya datang kepadamu. lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul
pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima
Tobat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak
beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.Firman Allah Swt.:
وَما
أَرْسَلْنا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطاعَ
Dan Kami ddak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati.
(An-Nisa: 64)Artinya, kaum yang diutus kepada mereka seorang rasul diwajibkan taat kepadanya.
Mengenai firman-Nya:
بِإِذْنِ
اللَّهِ
dengan seizin Allah. (An-Nisa: 64)Menurut pendapat Mujahid, makna yang dimaksud ialah tiada seorang pun yang taat kepadanya kecuali dengan seizin-Ku. Dengan kata lain, tiada seorang pun yang taat kepada rasul kecuali orang yang telah Aku berikan kepadanya taufik untuk itu. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَلَقَدْ
صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ
Dan sesungguhnya Allah lelah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu
membunuh mereka dengan izin-Nya.(Ali Imran: 152)Yakni atas perintah dari Allah dan berdasarkan takdir dan kehendak-Nya serta pemberian kekuasaan dari Allah kepada kalian untuk mengalahkan mereka.
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ
أَنْهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ
Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya. (An-Nisa: 64),
hingga akhir ayat.Melalui firman-Nya ini Allah memberikan bimbingan kepada orangorang durhaka yang berdosa, bila mereka terjerumus ke dalam kesalahan dan kemaksiatan, hendaknya mereka datang menghadap Rasul Saw., lalu memohon ampun kepada Allah di hadapannya dan meminta kepadanya agar mau memohonkan ampun kepada Allah buat mereka. Karena sesungguhnya jikalau mereka melakukan hal tersebut, niscaya Allah menerima tobat mereka, merahmati mereka, dan memberikan ampunan bagi mereka. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{لَوَجَدُوا
اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا}
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha
Penyayang. (An-Nisa: 64)Sejumlah ulama —antara lain Syekh Abu Mansur As-Sabbag di dalam kitabnya Asy-Syamil— mengetengahkan kisah yang terkenal dari Al-Atabi yang menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di dekat kubur Nabi Saw., datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapkan, "Assalamu'alaika, ya Rasulullah (semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah). Aku telah mendengar Allah berfirman: 'Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka menjumpai Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang' (An-Nisa: 64).
Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosaku (kepada Allah) dan meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada Tuhanku."
Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapkan syair berikut , yaitu:
يَا
خَيْرَ مَنْ دُفِنَتْ بِالْقَاعِ أَعْظُمُهُ ...
فَطَابَ مِنْ طِيبِهِنَّ الْقَاعُ وَالْأَكَمُ
نَفْسِي
الْفِدَاءُ لِقَبْرٍ أَنْتَ سَاكِنُهُ ... فِيهِ
الْعَفَافُ وَفِيهِ الْجُودُ وَالْكَرَمُ
Hai sebaik-baik orang yang
dikebumikan di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari pancaran
keharumannya semua lembah dan pegunungan ini. Diriku sebagai tebusan kubur yang
engkau menjadi penghuninya; di dalamnya terdapat kehormatan, kedermawanan, dan
kemuliaan.
Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta-merta mataku terasa
mengantuk sekali hingga tertidur. Dalam tidurku itu aku bermimpi bersua dengan
Nabi Saw., lalu beliau Saw. bersabda,
يَا
عُتْبى، الحقْ الْأَعْرَابِيَّ فَبَشِّرْهُ أَنَّ اللَّهَ قَدْ غَفَرَ
له
"Hai Atabi, susullah orang Badui itu dan sampaikanlah berita gembira
kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya!"
********************
Firman Allah Swt.:
فَلا
وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيما شَجَرَ
بَيْنَهُمْ
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (An-Nisa:
65)Allah Swt. bersumpah dengan menyebut diri-Nya Yang Mahamulia lagi Mahasuci, bahwa tidaklah beriman seseorang sebelum ia menjadikan Rasul Saw. sebagai hakimnya dalam semua urusannya. Semua yang diputuskan oleh Rasul Saw. adalah perkara yang hak dan wajib diikuti lahir dan batin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{ثُمَّ
لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا}
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa:
65)Dengan kata lain, apabila mereka meminta keputusan hukum darimu, maka mereka menaatinya dengan tulus ikhlas sepenuh hati mereka, dan dalam hati mereka tidak terdapat suatu keberatan pun terhadap apa yang telah engkau putuskan; mereka tunduk kepadanya secara lahir batin serta menerimanya dengan sepenuhnya, tanpa ada rasa yang mengganjal, tanpa ada tolakan, dan tanpa ada sedikit pun rasa menentangnya. Seperti yang dinyatakan di dalam sebuah hadis yang mengatakan:
"وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا
جِئْتُ بِهِ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidak
sekali-kali seseorang di antara kalian beriman sebelum keinginannya mengikuti
keputusan yang telah ditetapkan olehku.
قَالَ
الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة قَالَ: خَاصَمَ
الزُّبَيْرُ رَجُلًا فِي شُرَيج مِنَ الحَرَّة، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبير ثُمَّ أرْسل الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" فَقَالَ
الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّن
وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا
زُبَيْرُ، ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجدْر، ثُمَّ أَرْسِلِ
الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" وَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقّه فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، حِينَ أَحْفَظَهُ
الْأَنْصَارِيُّ، وَكَانَ أَشَارَ عَلَيْهِمَا بِأَمْرٍ لَهُمَا فِيهِ سَعَةٌ.
قَالَ الزُّبَيْرُ: فَمَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ:
{فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ}
الْآيَةَ.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Abdullah,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada
kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah yang telah menceritakan bahwa Az-Zubair
pernah bersengketa dengan seorang lelaki dalam masalah pengairan di lahan Harrah
(Madinah). Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Zubair, airilah lahanmu, kemudian
salurkan airnya kepada lahan tetanggamu! Kemudian lelaki yang dari
kalangan Ansar itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan demikian karena
dia adalah saudara sepupumu." Maka roman wajah Rasulullah Saw. memerah (marah),
kemudian bersabda lagi: Airilah lahanmu, hai Zubair, lalu tahanlah airnya
hingga berbalik ke arah tembok, kemudian alirkanlah ke lahan tetanggamu.
Dalam keputusan ini Nabi Saw. menjaga hak Az-Zubair dengan keputusan yang
gamblang karena orang Ansar tersebut menahan air itu. Nabi Saw. memberikan saran
demikian ketika keduanya melaporkan hal tersebut kepadanya, dan ternyata
keputusannya itu mengandung keadilan yang merata. Az-Zubair mengatakan, "Aku
merasa yakin ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut." Yang
dimaksud olehnya adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Maka demi Tuhanmu,
mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam bab ini, yakni di dalam kitab tafsir, bagian kitab sahihnya, dengan melalui hadis Ma'mar.
Dalam kitab yang membahas masalah minuman ia riwayatkan melalui hadis Ibnu Juraij, juga melalui Ma'mar.
Sedangkan di dalam kitab yang membahas masalah suluh (perdamaian) ia meriwayatkannya melalui hadis Syu'aib ibnu Abu Hamzah. Ketiga-tiganya (yakni Ma'mar, Ibnu Juraij, dan Syu'aib) bersumber dari Az-Zuhri, dari Urwah. Lalu Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini.
Menurut lahiriahnya hadis ini berpredikat mursal, tetapi secara maknawi berpredikat muttasil.
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui sanad ini, maka ia menyebutkan dengan jelas perihal ke-mursal-annya. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ
بْنُ الزُّبَيْرِ: أَنَّ الزُّبَيْرَ كَانَ يُحَدِّثُ: أَنَّهُ كَانَ يُخَاصِمُ
رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شِرَاجِ الْحَرَّةِ، كَانَا يَسْقِيَانِ بِهَا كِلَاهُمَا،
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ: "اسْقِ ثُمَّ
أَرْسِلْ إِلَى جَارِكَ" فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ
الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجَدْر" فَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ أَشَارَ عَلَى الزُّبَيْرِ بِرَأْيٍ أَرَادَ
فِيهِ سَعَةً لَهُ وَلِلْأَنْصَارِيِّ، فَلَمَّا أَحْفَظَ الْأَنْصَارِيُّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، قَالَ عُرْوَةُ:
فَقَالَ الزُّبَيْرُ: وَاللَّهِ مَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ إِلَّا فِي
ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ
بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}
telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami
Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair;
Az-Zubair pernah menceritakan hadis berikut kepadanya, bahwa dirinya pernah
bersengketa dengan seorang lelaki dari kalangan Ansar yang pernah ikut Perang
Badar, yaitu dalam m-salah pengairan lahan di Syarajul Harrah. Ketika keduanya
melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. bersabda kepada
Az-Zubair: Siramilah lahanmu, kemudian alirkanlah airnya ke
tetanggamu! Tetapi orang Ansar itu marah dan berkata, "Wahai
Rasulullah, apakah karena ia saudara sepupumu?" Maka wajah Rasulullah Saw.
memerah, kemudian beliau bersabda: Airilah lahanmu, hai Zubair, kemudian
tahanlah airnya hingga berbalik ke tembok Kali ini Nabi Saw.
memperhatikan kepentingan Az-Zubair, padahal pada mulanya beliau memberikan
saran kepada Az-Zubair suatu pendapat yang di dalamnya mengandung keleluasaan
bagi orang Ansar. Akan tetapi, setelah orang Ansar itu hanya mementingkan
kepentingan dirinya, maka Rasulullah Saw. memberikan keputusan yang di dalamnya
jelas terkandung pemeliharaan terhadap hak Az-Zubair. Az-Zuhri mengatakan,
"Urwah melanjutkan kisahnya, bahwa Az-Zubair mengatakan, 'Demi Allah, aku yakin
ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut'," yakni firman-Nya:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Hadis ini dalam sanadnya terdapat mata rantai yang terputus antara Urwah dan ayahnya (yaitu Az-Zubair), karena sesungguhnya Urwah belum pernah menerima hadis dari ayahnya.
Tetapi dapat dipastikan bahwa Urwah mendengar hadis ini dari saudara lelakinya yang bernama Abdullah ibnuz Zubair, karena sesungguhnya Abu Muhammad alias Abdur Rahman ibnu Abu Hatim meriwayatkannya seperti itu dalam kitab tafsirnya.
حَدَّثَنَا
يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ
وَيُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ عُرْوَةَ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ أَنَّ
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ:
أَنَّهُ خَاصَمَ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فِي
شِرَاجٍ فِي الحَرة، كَانَا يَسْقِيَانِ بِهِ كِلَاهُمَا النَّخْلَ، فَقَالَ
الْأَنْصَارِيُّ: سَرِّح الْمَاءَ يَمُر. فَأَبَى عَلَيْهِ الزُّبَيْرُ، فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ
أَرْسِلْ إِلَى جَارِكَ" فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتك؟ فتلوَّن وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى
يَرْجِعَ إِلَى الجَدْر" وَاسْتَوْعَى رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقّه وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ أَشَارَ عَلَى الزُّبَيْرِ بِرَأْيٍ أَرَادَ فِيهِ
السَّعَةَ لَهُ وَلِلْأَنْصَارِيِّ، فَلَمَّا أَحْفَظَ الْأَنْصَارِيُّ رسولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْعَى لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ فِي
صَرِيحِ الْحُكْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ: مَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا فِي
ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يَؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ
بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}
Ibnu Abu Hatim menyebutkan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul
A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku
Al-Lais dan Yunus, dari Ibnu Syihab, bahwa Urwah ibnuz Zubair pernah
menceritakan kepadanya bahwa saudaranya yang bernama Abdullah ibnuz Zubair
pernah menceritakan hadis berikut dari ayahnya (yaitu Az-Zubair ibnul Awwam).
Disebutkan bahwa Az-Zubair pernah bertengkar dengan seorang lelaki Ansar yang
telah ikut dalam Perang Badar bersama Nabi Saw. Lalu Az-Zubair mengadukan
perkaranya itu kepada Rasulullah Saw. Masalah yang dipersengketakan mereka
berdua adalah mengenai parit yang ada di Al-Harrah. Keduanya mengairi kebun
kurmanya dari parit tersebut. Orang Ansar itu berkata, "Lepaskanlah air parit
itu biar mengaliri kebunnya." Tetapi Az-Zubair menolak. Maka Rasulullah Saw.
bersabda: Hai Zubair, airilah kebunmu terlebih dahulu, kemudian kirimkanlah
air itu untuk mengairi tetanggamu! Orang Ansar itu salah tanggap dan
marah, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan demikian karena dia
adalah anak bibimu bukan?" Maka roman muka Rasulullah Saw. berubah marah, lalu
bersabda: Airilah kebunmu, hai Zubair, kemudian bendunglah airnya agar
kembali lagi hulunya! Dalam keputusannya kali ini Rasulullah Saw. berpihak
kepada Az-Zubair. Pada mulanya beliau Saw. sebelum ada sanggahan dari orang
Ansar itu, berupaya untuk memelihara hak keduanya dan memberikan keluasan bagi
orang Ansar, juga bagi Az-Zubair. Tetapi setelah orang Ansar itu membandel,
tidak mau tunduk kepada putusan Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. memihak
kepentingan Az-Zubair dalam keputusan berikutnya secara terang-terangan. Maka
Az-Zubair berkata bahwa dia merasa yakin ayat berikut diturunkan berkenaan
dengan kasusnya, yaitu firman Allah Swt.: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang
me¬reka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam had mereka
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
(An-Nisa: 65)Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui hadis Ibnu Wahb dengan lafaz yang sama. Imam Ahmad meriwayatkannya, begitu pula semua jamaah, melalui hadis Al-Lais dengan lafaz yang sama. Hadis ini dikategorikan oleh murid-murid Al-Atraf ke dalam musnad Abdullah Ibnuz Zubair. Hal yang sama dikatakan pula oleh Imam Ahmad, yaitu dimasukkan ke dalam musnad Abdullah ibnuz Zubair.
Hal yang sangat aneh dari Imam Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi ialah dia meriwayatkan hadis ini melalui jalur keponakanku (yaitu Ibnu Syihab), dari pamannya, dari Urwah, dari Abdullah ibnuz Zubair, dari Az-Zubair, lalu ia menyebutkan hadis ini, kemudian mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, padahal keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Kukatakan demikian karena sesungguhnya aku tidak mengetahui seorang pun yang menyandarkan sanad ini kepada Az-Zuhri dengan menyebutkan Abdullah ibnuz Zubair selain keponakanku, sedangkan dia berpredikat daif.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali Abu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Salamah (seorang lelaki dari kalangan keluarga Abu Salamah) yang menceritakan bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki di hadapan Nabi Saw. Maka Nabi Saw. memutuskan untuk kemenangan Az-Zubair. Kemudian lelaki itu berkata, "Sesungguhnya dia memutuskan untuk kemenangannya karena dia adalah saudara sepupunya." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abu Haiwah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Aziz, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab sehubungan dengan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Az-Zubair ibnul Awwam dan Hatib ibnu Abu Balta'ah; keduanya bersengketa dalam masalah air. Maka Nabi Saw. memutuskan agar air disiramkan ke tempat yang paling tinggi terlebih dahulu, kemudian tempat yang terbawah. Hadis ini mursal, tetapi mengandung faedah, yaitu dengan disebutkannya nama lelaki Ansar tersebut secara jelas.
Penyebab
lain yang melatarbelakangi turunnya ayat ini, berdasarkan riwayat yang garib
jiddan (aneh sekali)
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قِرَاءَةً،
أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ لَهِيعة، عَنْ أَبِي
الْأُسُودِ قَالَ: اخْتَصَمَ رَجُلَانِ إِلَى رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم فقضى
بَيْنَهُمَا، فَقَالَ الَّذِي قُضِيَ عَلَيْهِ: رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"انْطَلِقَا إِلَيْهِ" فَلَمَّا أَتَيَا إِلَيْهِ قَالَ الرَّجُلُ: يَا ابْنَ
الْخَطَّابِ، قَضَى لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
هَذَا، فَقَالَ: رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ. فَرَدَّنَا إِلَيْكَ. فَقَالَ: أَكَذَاكَ؟
فَقَالَ: نَعَمْ فَقَالَ عُمَرُ: مَكَانَكُمَا حَتَّى أَخْرُجَ إِلَيْكُمَا
فَأَقْضِيَ بَيْنَكُمَا. فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا مُشْتَمِلًا عَلَى سَيْفِهِ،
فَضَرَبَ الَّذِي قَالَ رُدَّنا إِلَى عُمَرَ فَقَتَلَهُ، وَأَدْبَرَ الْآخَرُ
فَارًّا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قَتَلَ
عُمَر وَاللَّهِ صَاحِبِي، وَلَوْلَا أَنِّي أعجزتُه لَقَتَلَنِي، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا كُنْتُ أَظُنُّ أَنْ يَجْتَرِئَ
عُمَر عَلَى قَتْلِ مُؤْمِنٍ" فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ
حَتَّى يُحَكِّمُوكَ} الْآيَةَ، فَهَدَرَ دَمَ ذَلِكَ الرَّجُلِ، وَبَرِئَ عُمَرُ
مِنْ قَتْلِهِ، فَكَرِهَ اللَّهُ أَنْ يُسَنَّ ذَلِكَ بَعْدُ، فَقَالَ: {وَلَوْ
أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ
دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا
يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul
A'la secara qiraah, telah menceritakan kepada kami Wahb, telah menceritakan
kepadaku Abdullah ibnu Luhai'ah, dari Al-Aswad yang menceritakan bahwa ada dua
orang lelaki mengadukan persengketaan yang terjadi di antara keduanya kepada
Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memberikan keputusan peradilan yang
seimbang di antara keduanya. Kemudian pihak yang dikalahkan mengatakan,
"kembalikanlah perkara kami ini kepada Umar ibnul Khattab." Maka Rasulullah Saw.
bersabda, "Baiklah," lalu keduanya berangkat menuju tempat Umar ibnu
Khattab. Ketika keduanya sampai pada Umar, maka lelaki yang mempunyai usul tadi
mengatakan, "Hai Ibnul Khattab, Rasulullah Saw. telah memutuskan perkara kami
untuk kemenangan orang ini. Maka kukatakan, 'Kembalikanlah kami kepada Umar
ibnul Khattab.' Maka beliau mengizinkan kami untuk meminta keputusan hukum
darimu." Umar bertanya, "Apakah memang demikian?" Si lelaki itu berkata, "Ya."
Umar berkata, "Kalau demikian, tetaplah kamu berdua di tempatmu, hingga aku
keluar menemuimu untuk memutuskan perkara di antara kamu berdua." Maka Umar
keluar menemui keduanya seraya menyandang pedangnya, lalu dengan serta-merta ia
memukul pihak yang mengatakan kepada Rasulullah Saw., "Kembalikanlah kami kepada
Umar," dengan pedang itu hingga mati seketika itu juga. Sedangkan lelaki yang
lain pergi dan datang menghadap Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai
Rasulullah, demi Allah Umar telah membunuh temanku. Seandainya saja aku tidak
mempunyai kemampuan menghadapinya, niscaya dia akan membunuhku pula." Rasulullah
Saw. bersabda, "Aku tidak menduga bahwa Umar berani membunuh seorang
mukmin." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka
(pada hakikatnya) belum beriman hingga menjadikan kamu hakim mereka.
(An-Nisa: 65), hingga akhir ayat. Dengan demikian, tersia-sialah darah lelaki
itu dan bebaslah Umar dari tuntutan membunuh lelaki itu. Akan tetapi, Allah
tidak suka bila hal ini dijadikan sebagai teladan nanti. Maka diturunkan-Nyalah
firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan
kepada mereka "Bunuhlah diri kalian." (An-Nisa: 66), hingga akhir
ayat.Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dengan lafaz yang sama. Tetapi a'sar ini garib lagi mursal, dan Ibnu Luhai'ah orangnya daif.
Jalur lain.
Al-Hafiz Abu Ishaq Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Ibrahim ibnu Duhaim mengatakan di dalam kitab tafsirnya: telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu Damrah, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa ada dua orang lelaki melaporkan persengketaan yang terjadi di antara keduanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memutuskan perkara untuk kemenangan orang (pihak) yang benar dan mengalahkan pihak yang salah. Maka orang yang dikalahkan berkata, "Aku kurang puas." Lalu lawannya berkata, "Apa lagi kemauanmu?" ia menjawab, "Mari kita berangkat menuju Abu Bakar As-Siddiq," lalu keduanya pergi menghadap Abu Bakar. Maka berkatalah orang yang menang, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. memutuskan untuk kemenanganku." Abu Bakar menjawab, "Kamu berdua harus mengikuti apa yang telah diputuskan oleh Rasulullah Saw." Tetapi orang yang dikalahkan menolak dan masih kurang puas. Maka Abu Bakar r.a. memberikan sarannya agar keduanya pergi kepada Umar ibnul Khattab. Sesampainya di tempat Umar ibnul Khattab, orang yang menang mengatakan, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi Saw., dan beliau memutuskan untuk kemenanganku atas dia, tetapi dia ini menolak dan kurang puas." Lalu Umar bertanya kepada pihak yang kalah, "Apakah memang benar demikian?" Dan pihak yang kalah mengatakan hal yang sama. Maka Umar masuk ke dalam rumahnya, lalu keluar lagi seraya membawa sebilah pedang di tangannya yang dalam keadaan terhunus, lalu ia langsung memenggal kepala pihak yang menolak lagi tidak puas dengan keputusan Nabi Saw. hingga mati seketika itu juga. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65)
0 komentar:
Posting Komentar